Shaum (اَلصِّيَام) menurut bahasa artinya menahan diri dari sesuatu (أَ ْلإِمْسَاكُ وَالْكَفُّ عَنِ الشَّيْئِ). Dan shaum asal katanya adalah shama-yasuumu-shauman-shiyaaman- artinya menahan diri dari sesuatu, berhenti, diam atau berada di suatu tempat. Seperti kata shama ar-rih artinya angin berhenti berhembus, atau shama asy-syams artinya matahari ada di tengah-tengah langit, shama al-fars artinya kuda enggan melakukan perjalanan.
Sedangkan menurut istilah (syara’) disampaikan oleh para ulama. Menurut al-Maraghi,
أَ ْلإِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَغَشْيَانِ النِّسَاءِ مِنَ الْفَجْرِ إِلَى الْمَغْرِبِ إِحْتِسَابًا ِللهِ وَإِعْدَادًا لِلنَّفْسِ وَتَهْيِئَةً لَهَا لِتَقْوَى اللهِ بِمُرَاقَبَتِهِ فِى السِّرِّ وَالْعَلَنِ. –المراغى-
“Menahan diri dari makan dan minum dan jimak dari terbit fajar sampai terbenam matahari (maghrib) karena mengharap keridloan Allah dan menyiapkan serta melatih diri untuk bertaqwa kepada Allah dengan cara mendekatkan diri dalam perkara yang tersembunyi maupun yang nyata.”[1]
Menurut al-Shan’ani, “Menahan secara khusus, yaitu menahan diri dari makan, minum, jima’ (hubungan badan), dan lain-lain sesuai dengan cara yang disyariatkan.”[2] Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, “Menahan diri yang khusus, pada waktu yang husus, dari sesuatu yang khusus, dan dengan syarat-syarat yang khusus.”[3]
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan, shaum adalah menahan diri dari makan, minum dan jimak dari waktu shubuh sampai magrib dengan niat beribadah dan mengharap ridha Allah swt.
Makna Puasa
Puasa berasal dari bahasa Sanksekerta yang artinya kira-kira hampir sama dengan Shaum. Dan istilah puasa berasal dari agama Hindu, seperti terlihat dalam kitabnya, ”Upawasa itu pada hari kamu dilahirkan, ketika kamu menginginkan sesuatu, ketika kami menyatakan kecintaan antara Athman dan Brahman, tetapi cucilah rambutmu sebelum melakukannya itu “.[4] Dalam ungkapan lain dinyatakan, ”Rayakanlah penutupan upawasa itu dengan tabuh-tabuhan“.[5]
Secara Konseptual, Puasa dengan Shaum sangat berbeda. Menurut agama Hindu, hidup di dunia itu merupakan siksaan (samsara), sebab kebahagiaan hanya didapat di surga (nirwana). Berdasarkan konsep seperti itu, maka manusia harus menghindari kesenangan dunia dengan jalan menyiksa diri, di antaranya dengan puasa tersebut. Jadi menurut ajaran agama Hindu, Puasa itu adalah “Penyiksaan diri“, sedangkan dalam ajaran Islam bertujuan terbentuknya “Pribadi yang taqwa“.
Berdasarkan keterangan tersebut, istilah shaum dan puasa bukan istilah sederhana yang bisa dipandang sama. Tetapi istilah yang memiliki makna dan konsep yang sangat berbeda. Oleh karena itu, penulis -termasuk dalam buku ini- menyebutnya dengan istilah shaum, bukan puasa.
Makna Ramadhan
Ramadlan berasal dari kata : رَمِضَ – يَرْمَضُ – رَمَضًا , artinya terik, sangat panas.[6] Dari Zaid bin Arqam, ia berkata,
خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَهْلِ قُبَاءِ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ فَقَالَ : صَلاَةُ اْلأَوَّابِيْنَ إِذَا رَمِضَتِ الْفِصَالُ
Rasulullah saw telah keluar kepada Ahli Quba dan mereka sedang shalat, kemudian beliau bersabda : “Shalatnya orang-orang yang bertaubat ialah pada saat anak unta merasakan teriknya matahari.” (HR. Muslim)[7]
Menurut Ibnu Duraid, orang Arab dahulu ketika mengubah nama-nama bulan dari bahasa lama ke bahasa Arab, mereka namakan bulan-bulan itu menurut masa yang dilalui bulan itu. Dan kebetulan bulan Ramadhan pada masa itu panas karena terik matahari yang sangat menyengat, sehingga dinamailah bulan tersebut Ramadhan.[8]
Ibnu Manzhur menyebutkan bahwa Syahru Ramadlan diambil dari ramidla as-sha’imu (sangat panasnya orang yang sedang shaum), dengan mulutnya yang panas kering karena sangat haus.[9]
Dari Siti Aisyah, ia berkata,
قِيْلَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَا رَسُوْلَ اللهِ ، مَا رَمَضَانُ ؟ قَالَ : أَرْمَضَ اللهُ فِيْهِ ذُنُوْبِ الْمُؤْ مِنِيْنَ وَغَفَرَهَا لَهُمْ . قِيْلَ : فَشَوَّالُ ؟. قَالَ : شَالَتْ فِيْهِ ذُنُوْبُهُمْ فَلَمْ يَبْقَ فِيْهِ ذَنْبٌ إِلاَّ غَفَرَهُ
Telah ditanyakan kepada Nabi saw : Wahai Rasulullah, apa Ramadlan itu ? Beliau menjawab : ”Allah SWT membakar padanya dosa-dosa orang mukmin dan mengampuni (dosa-dosa) bagi mereka”. Ditanyakan kepadanya : Bagaimana dengan Syawwal ? Beliau menjawab : ”Matinya dosa-dosa mereka padanya hingga tidak tersisa satu dosapun kecuali Dia (Allah SWT) mengampuninya”.[10]
Hukum Shaum Ramadhan
Shaum Ramadhan hukumnya wajib berdasarkan dalil al-Quran, as-Sunnah dan kesepakatan para ulama.[11] Dalam al-Quran Allah swt berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183)
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah [2] : 183)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ...
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, … (QS Al Baqarah [2] : 185)
Dalam as-sunnah, dari Thalhan bin Ubaidillah,
أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَائِرَ الرَّأْسِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي مَاذَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا فَقَالَ أَخْبِرْنِي مَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصِّيَامِ فَقَالَ شَهْرَ رَمَضَانَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا ...
Sesungguhnya orang arab gunung pernah datang kepada Rasulullah saw, lalu bertanya, Ya Rasulullah kabarkanlah kepadaku apa yang diwajibkan Allah atasku dari shaum ? beliau menjawab : “Shaum bulan ramadhan”. Ia bertanya lagi, apakah ada kewajiban shaum lainnya ? beliau menjawab : “Tidak, kecuali kamu hendak melaksanakan shaum sunat.” (HR Bukhari)[12]
Wajibnya shaum ini sudah ma’lum min al-din bi al-dharuroh, yaitu secara pasti sudah diketahui wajibnya karena shaum adalah bagian dari rukun islam.[13] Oleh sebab itu, seseorang bisa jadi kafir jika mengingkari kewajiban ini.[14]
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani diwajibkannya shaum itu pada tahun kedua hijrah. Syaikh Sayyid Syabiq menyatakan, shaum ramadhan diwajibkan pada hari senin setelah tinggal tersisa dua malam dari bulan Sya’ban pada tahun kedua hijrah.[15]
By Ahmad Wandi
[1] Tafsir Al-Maraghi 2/67.
[2] Subul al-Salam 2/150.
[3] Fath al-Bari 7/3.
[4] Candravid 4/9.
[5] Candravid 4/6.
[6] Lisanul Arab 7/160.
[7] Shahih. Muslim (748).
[8] Lisanul Arab 7/162.
[9] Lisanul Arab 7/162.
[10] Al-Targib wa al-Tarhib, Abu al-Qasim al-Asbahani (1821).
[11] Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah 28/7.
[12] Shahih. Al-Bukhari (1758).
[13] Al-Darar al-Mudhiyyah, h. 263.
[14] Shahih Fiqh Sunnah 2/89.
[15] Fiqh Sunnah 1/366.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar