Awal Ramadhan seringkali menjadi problem tersendiri untuk sebagian umat Islam, karena seringkali terjadi perbedaan antara ormas islam ataupun pemerintah (mentri agama), sehingga umat harus mengikuti yang mana. Kejadian ini perlu disikapi secara dewasa dan ilmiah. Di satu sisi umat islam harus bijak menyikapi perbedaan, karena perbedaan dibenarkan selama dilandasi dengan pijakan yang kuat. Di sisi yang lain, umat Islam harus menambah wawasan kenapa bisa berbeda, sehingga mampu bersikap sesuai dengan ilmu yang dimilikinya.
Pada tulisan singkat ini akan sedikit diulas, cara menentukan awal Ramadhan yang dilakukan dengan dua cara :
Pertama, Rukyat hilal
Rukyat hilal adalah melihat hilal sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan. Sebagaimana digunakan pula untuk menentukan bulan-bulan yang lainnya. Hilal ini bentuknya adalah seperti bulan tsabit yang bisa diamati dan dilihat dengan menggunakan alat teropong. Meskipun bentuknya kecil namun dengan alat yang supercanggih dan diambil dari tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh para ahli, benda tersebut dapat disaksikan langsung.
Allah swt berfirman,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karen itu barangsiapa di antara kamu yang menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu, maka hendaklah ia shaum pada bulan tersebut.” (QS. Al-aqarah [2] : 185)
Abu Hurairah berkata, Nabi saw bersabda,
«إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ»
“Shaumlah kamu karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kamu karena melihatnya (hilal). Jika hilal itu terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari)[1]
Bagaimana jika hilal tidak terlihat karena cuaca mendung ? Dalam kondisi seperti ini maka genapkanlah bulan Sya’ban 30 hari.
Dari Abdullah bin Umar, Nabi saw bersabda,
«الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً، فَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا العِدَّةَ ثَلاَثِينَ»
“Apabila bulan telah masuk kedua puluh Sembilan malam (bulan Sya’ban), maka janganlah kalian shaum hinga melihat hilal. Apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)[2]
Jika satu orang yang adil (shalih) dan terpercaya melihat hilal Ramadhan, beritanya diterima. Dari Ibnu Umar, ia berkata,
تراءى الناسُ الهِلالَ، فأخبرتُ رسولَ الله -صلَّى الله عليه وسلم- أني رأيتُه فَصَامَ وأمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ
“Manusia sedang memperhatikan hilal, lalu aku mengkhabarkan kepada Rasulullah saw bahwa aku telah melihat hilal, kemudian beliau shaum dan memerintahkan kaum muslimin untuk shaum.” (HR. Abu Dawud)[3]
Kedua, Hisab (dihitung)
Ilmu hisab disebut juga ilmu falak. Dinamai hisab karena aktivitas yang paling dominan pada ilmu itu adalah aktivitas menghitung.
Al-Ustad A. Ghazali seorang ahli hisab falak Persatuan Islam (PERSIS) mendefinisikan “Ilmu falak itu ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit, seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu sendiri serta kedudukanya dari benda-benda langit lainnya. Dalam Bahasa ingris disebut practical astronomi.[4]
Meskipun sebagian ulama ada yang menolak ilmu hisab ini, namun terdapat ayat yang mengisyaratkan bahwa letak posisi benda-benda langit (khususnya matahari dan bulan) dapat di hisab (dihitung, dikalkulasi), seperti dalam ayat berikut,
فَالِقُ الْإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (96)
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Mahaperkasa lagi Mahamengetahui. ( Q.S. al-An-‘Am:[6]: 96)
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَاخَلَقَ اللهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ {يونس: 5}
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Q.S. Yunus [10]: 5)
Ilmu Hisab Falak ini difokuskan untuk menghitung lintasan peredaran benda-benda langit yang ada hubungannya dengan waktu-waktu ibadah saja. Antara lain:
1. Lintasan bulan: untuk mengetahui awal bulan hijriyyah (yang didalamnya terdapat waktu ibadah shaum-shaum sunnat) waktu shaum Ramadhan, Iedul Fithri, ibadah haji dan shalat khusuf (gerhana bulan )
2. Lintasan matahari: untuk mengetahui waktu-waktu shalat yang lima waktu, arah kiblat dan shalat kusuf (gerhana matahari )
3. Lintasan Bumi: Untuk mengetahui kapan terjadinya ijtima, sebagai salah-satu ancang-ancang untuk menetapkan awal bulan.
Demikian sedikit gambaran tentang rukyat dan hisab. Kedua metode ini yang digunakan oleh para ahli dari mentri agama dan ormas Islam. Terlepas ada perbedaan dari berbagai pihak, baik metode ataupun standar yang digunakan. Pada dasarnya kita harus faham dan menerima salah satu keputusan yang diyakini paling benar (berdasarkan ilmu).
Kaitan dengan ibadah shaum, penentuan awal Ramadhan ini harus betul-betul diperhatikan, karena ada larangan khusus terkait mendahului Ramadhan dengan shaum satu hari atau dua hari sebelumnya, demikian pula terdapat larangan untuk shaum ketika masih berada dalam keraguan (apakah hari itu sudah masuk satu Ramadhan atau belum).
By Ahmad Wandi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar