WAKAF PRODUKTIF UNTUK DAKWAH ISLAM - Ahmad Wandi Lembang

Terus berkarya, berbagi inspirasi, dan menebar manfaat

Breaking

Jumat, 21 Juni 2024

WAKAF PRODUKTIF UNTUK DAKWAH ISLAM

 

WAKAF PRODUKTIF UNTUK DAKWAH ISLAM
WAKAF PRODUKTIF UNTUK DAKWAH ISLAM (GAMBAR: PIXABAY)


Artikel terbaru ke 213

 

Oleh : Ahmad Wandi, M.Pd (ahmadwandilembang.com)

 


Wakaf secara etimologi (lughawy) bermakna tahbis atau tasbil, yaitu menahan atau menghentikan. Sedangkan secara terminologi (syar’i) adalah membekukan harta yang dapat dimanfaatkan dengan tetapnya wujud dari harta tersebut, serta tidak mentasharufkan fisik dari harta tersebut. Dalam hal ini, wakaf bertujuan untuk disalurkan dalam hal kebaikan dan kemaslahatan umum sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.

 

Ayat yang menjelaskan tentang wakaf antara lain termaktub di dalam QS. Ali Imran ayat 94:

 

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

 

“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik. Dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS. Ali Imran (3): 94)

 

Adapun hadis yang menjelaskan tentang wakaf diantaranya adalah hadis Umar bin Khattab ketika mewakafkan tanahnya di Khaibar.

 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيْهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالاً قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلاَ يُورَثُ وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَاْبنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لاَ جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمُ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ

 

“Dari Ibn Umar ra, bahwa Umar bin Khattab mendapatkan bagian tanah di Khaibar, kemudian ia menemui Nabi Muhammad saw untuk meminta arahan. Umar berkata: ‘Wahai Rasulullah saw, aku mendapatkan kekayaan berupa tanah yang sangat bagus, yang belum pernah kudapatkan sebelumnya. Apa yang akan engkau sarankan kepadaku dengan kekayaan itu?’ Nabi bersabda: ‘Jika kamu mau, kau bisa mewakafkan pokoknya dan bersedekah dengannya.’ Lalu Umar menyedekahkan tanahnya dengan persyaratan tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Umar menyedekahkan tanahnya untuk orang-orang fakir, kerabat, untuk memerdekakan budak, sabilillah, ibn sabil, dan tamu. Tidak berdosa bagi orang yang mengurusinya jika mencari atau memberi makan darinya dengan cara yang baik dan tidak menimbun.” (HR. Bukhari no. 2737)

 

Manfaat wakaf biasanya akan berkelanjutan, sedangkan sedekah mungkin hanya untuk sekali pakai atau jangka pendek. Wakaf mesti benda yang tahan lama, tidak mudah hangus atau rusak, sedangkan sedekah boleh benda apa saja asal bermanfaat. Wakaf memerlukan pengelola (penjaga dan pengembang), sedangkan sedekah boleh tanpa pengelola.

 

Peristiwa ini terjadi setelah pembebasan tanah Khaibar pada tahun ke-7 Hijriyah.  Pada masa Umar bin Khattab menjadi  Khalifah, ia mencatat wakafnya dalam akte wakaf dengan disaksikan oleh para saksi dan mengumumkannya.

 

Sejak saat itu banyak keluarga Nabi dan para sahabat yang mewakafkan tanah dan perkebunannya.  Sebagaian di antara mereka ada yang mewakafkan harta untuk keluarga dan kerabatnya, sehingga muncullah wakaf keluarga (wakaf dzurri atau ahli).

Kemudian wakaf yang telah dilakukan Umar bin Khattab disusul oleh Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya, kebun Bairaha.  Maka turunlah QS. Ali Imran ayat 94. Ayat inilah yang membuat Abu Thalhah semangat mewakafkan perkebunannya.

 

Rasulullah telah menasehatinya agar ia menjadikan perkebunannya itu untuk keluarga dan keturunannya. Maka Abu Thalhah mengikuti perintah Rasulullah tersebut, dan di antara keluarga yang mendapat wakaf dari Abu Thalhah adalah Hassan bin Tsabit.

 

Para ulama menganggap wakaf sudah dimulai dari contoh yang diberikan Nabi ketika mendirikan Masjid Quba. Beliau membeli tanah seharga seratus dirham dari wali anak yatim Bani Najjar, lalu menyerahkannya untuk pembangunan masjid Quba, sebagai masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah saw.

 

Rasulullah saw. pada tahun ketiga hijriyah membeli kebun kurma milik Mukhairiq (di antaranya kebun A`raf, Shafiyah, Dalal, Barqah) lalu mewakafkannya. Sering disebut pewakafan tujuh kebun kurma di Madinah. Beliau menyisihkan sebagian keuntungan dari perkebunan itu untuk kepentingan kaum Muslimin. Kisah ini dijadikan sebagai kisah wakaf produktif dimana hasil yang di peroleh dari pengelolaan sebidang tanah perkebunan di pergunakan untuk kepentingan kaum muslimin.

 

Atas kisah kedua sahabat tersebut maka semakin banyak sahabat nabi yang bersedia mewakafkan harta yang dimilikinya untuk kemaslahatan umat yaitu seperti Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di Makkah yang diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke Makkah.

 

Sahabat Utsman mewakafkan sumur “Ruman” dan kebunnya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib mewakafkan kebunnya yang subur di Yanbu`. Mu’ad bin Jabal mewakafkan rumahnya, yang populer dengan sebutan “Dar Al-Anshar” di Madinah. Kemudian pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam dan Aisyah istri Rasulullah SAW.

 

Kemudian pada masa Bani Umayyah yang memerintah lebih kurang 100 tahun, banyak sekali dilakukan wakaf dan mencetak uang sendiri. Di masa ini wakaf diadministrasikan dengan baik. Pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik, dengan wakaf membangun lembaga pendidikan  dan membayar gaji para guru.

 

Pada Dinasti Abbasiyah, Permaisuri Zubaidah, Zubaidah binti Ja’far (istrinya Khalifah Harun ar-Rosyid), pernah membuat saluran air dengan wakaf, yang airnya diisi pada musim haji untuk minum jamaah. Dia menghabiskan sekitar 1.500.000 dirham. Jika kita kalikan 4, jadi senilai 6000 kg emas. Ini diwakafkan oleh permaisuri Zubaidah pada masanya. Zubaidah juga menghabiskan dana 54 juta dirham untuk membuat pos yang menghubungkan Irak dengan Mekkah. Dia menggali banyak sumur, bahkan ratusan sumur. Begitu juga dia mendirikan beberapa masjid dan jembatan. Ini wakaf paling besar yang tercatat dalam sejarah.

 

Disnati Fatimiyyah di Mesir dan Salahuddin Al Ayyubi juga sangat menggalakkan wakaf. Pajak dan cukai yang dikumpulkan oleh Salahuddin Al Ayyubi diwakafkan. Jadi Salahuddin menggunakan uang negara lalu diwakafkan. Ini bisa disebut wakaf produktif, karena orang bisa mengambil manfaat walaupun bukan dalam bentuk uang, tetapi orang bisa bersekolah dan lain-lain.

 

Wakaf pada masa dinasti Mamalik mengembangkan wakaf dengan cara memberi izin untuk mewakafkan apapun yang dapat diambil manfaatnya. Ini yang mereka lakukan, termasuk budak yang dulu belum pernah diwakafkan, lalu pada masa dinasti Mamalik budak diwakafkan untuk mengurus  masjid.

 

Pada masa Bani Usman bermula wakaf keluarga. Seorang ayah mewakafkan tanahnya untuk keturunannya sendiri sampai berapa lama ke bawah, lalu pada ujungnya wakaf keluarga menjadi milik kolektif. Ada satu kampung yang tanahnya dikelola bersama-sama dan menjadi wakaf keluarga (wakaf ahly), mengalahkan tanah milik pribadi.

 

Perkembangan wakaf ini terus berlanjut hingga masa-masa berikutnya dan telah mencapai puncaknya yang ditandai dengan meningkatnya jumlah wakaf yang mencapai sepertiga tanah pertanian yang ada di berbagai Negara Islam seperti di Mesir, Syam, Turki, Andalusia, dan Maroko. Termasuk dalam daftar kekayaan wakaf pada saat itu adalah perumahan rakyat dan komplek pertokoan di berbagai ibu kota Negara Islam yang terbentang dari ujung Barat di Maroko hingga ke ujung Timur di New Delhi dan Lahore.

 

Semua orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa. Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian Negara untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sector untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyarakat.

 

Kalau kita baca riwayat hidup ulama, banyak ulama berasal dari keluarga tidak kaya, ulama tersebut dibiayai dengan harta wakaf, seperti Imam Syafii yang diduga hidup dari hasil harta wakaf. Jadi sepanjang sejarah awal Islam terlihat peran dan fungsi wakaf cukup strategis dan produktif.

 

Berdasarkam uraian di atas, dapat kita fahami bersama bahwa wakaf produktif memiliki peranan yang sangat besar untuk kesuksesan dakwah islam. Untuk mendakwahkan islam diperlukan dana yang tak terbatas, besar, baik incidental maupun rutin. Dan hal tersebut bisa diwujudkan melalui wakaf produktif.

 

Salah satu kelemahan umat islam dalam berdakwah adalah finansial. Da’inya, fasilitasnya, program kegiatannya, dan segala sesuatunya memelukan sokongan dana yang tidak sedikit. Sehingga tidak aneh, kalau pada akhirnya setiap kegiatan tidak berjalan, atau kurang maksimal, itupun hasil menyebarkan proposal kepada para agniya.

 

Dengan adanya wakaf produktif, sejarah telah membuktikan, bahwa kebutuhan dana yang tak terbatas untuk dakwah bisa difasilitasi oleh wakaf produktif. Tentu saja yang betul-betul produktif, sehingga bisa menjadi sumber dana yang bisa diandalkan untuk memaksimalkan dakwah islam seperti pada zaman Nabi saw dan para sahabat sesudahnya yang mampu membawa islam pada masa kejayaan. Wallahu a’lam bi al-shawwab.

 

 

Lembang, 21 Juni 2024

 

 

 

@ Ahmad Wandi Lembang

 

@ SDIT Istiqomah Lembang

 

Artikel ahmadwandilembang.com

 

=========

Dapatkan update artikel islam setiap harinya dari ahmadwandi.blogspot.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kajian AWAL Official", caranya klik link https://t.me/awalofficialcom, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



 

 

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ARTIKEL SEBELUMNYA

GOES TO PANGANDARAN, FAMILY GATHERING 2024

GOES TO PANGANDARAN, FAMILY GATHERING 2024 Artikel Terbaru Ke - 227 Oleh : Ahmad Wandi, M.Pd (ahmadwandilembang.com) Pada hari Senin-Selasa,...