HADIS BERMASALAH SEPUTAR QURBAN |
Oleh : Ahmad Wandi
Al-Quran dan hadis adalah dua sumber hokum islam. Sebagaimana dalam ibadah shalat, shaum, zakat, haji, dalam ibadah qurban pun sama, di samping terdapat hadis-hadis shahih yang menjelaskannya, terdapat pula hadis-hadis dhaif yang dipermasalahkan kehujjahannya oleh para ulama.
Dari sekian banyak hadis dhaif yang berkaitan dengan qurban, yang dapat dirangkum oleh penulis antara lain sebagai berikut:
A. SETIAP BULU HEWAN QURBAN AKAN MENJADI KEBAIKAN
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قُلْتُ أَوْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا مَا لَنَا مِنْهَا قَالَ بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالصُّوفُ قَالَ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ
Dari Zaid bin Arqam, ia berkata, “Saya berkata atau mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah apa kurban itu?’ Rasul menjawab, ‘Sunnah Bapak kalian Ibrahim.’ Mereka bertanya lagi, ‘Apa kebaikan bagi kita pada kurban itu?’ Rasul menjawab, ‘Pada setiap lembar bulu ada kebaikan.’ Mereka bertanya lagi, ‘Kalau kulitnya wahai Rasulullah ?’ Rasul menjawab, ‘Pada setiap lembar bulu pada kulit itu ada kebaikan’.” (HR. Ahmad,Musnad Ahmad, IV:368, No. hadis 19.302, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, II:1045, No. hadis 3127, Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘Ala As-Shahihain, II:422, No. hadis 3467, Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IX:261, No. hadis 18.796, Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir, V:197, No. hadis 5075. Semua jalur periwayatannya melalui rawi ‘Aidzullah bin Abdullah Al-Mujasyi’iy, dari Abu Dawud As-Sabi’iy, dari Zaid bin Arqam)
Hadis di atas dhaif, bahkan maudhu’ (palsu) karena kedhaifan dua rawi: 1] Aidzullah bin Abdullah Al-Mujasyi’iy. Kata Abu Hatim, “Dia munkar Al-Hadits.” 2] Abu Dawud As-Sabi’iy. Namanya Nufai’ bin al-Harits al-A’ma. Kata Adz-Dzahabi, ”Dia memalsukan hadis.” Kata Ibnu Hibban, ”Tidak boleh meriwayatkan hadis darinya.” (Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah wa Al-Mawdhu’ah, 2/14)
Sehubungan dengan itu, Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata, ”Sanadnya sangat dha’if. Abu Dawud, yaitu Nufai’ bin al-Harits al-A’ma al-Kufi matruk (tertuduh dusta), dan rawi ’Aidzullah al-Mujasyi dhaif.” (Tahqiq ’ala Musnad Ahmad, 4/368)
B. MENYAKSIKAN PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN
عَنْ أَبيِ سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم لِفَاطِمَةَ عَلَيْهَا الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ قُوْمِي إِلَى أُضْحِيَتِكَ فَاشْهَدِيْهَا فَإِنَّ لَكَ بِأَوَّلِ قَطْرَةٍ تَقْطُرُ مِنْ دَمِهَا يُغْفَرُ لَكِ مَا سَلَفَ مِنْ ذُنُوْبِكِ قَالَتْ يَا َرسُوْلَ الله هَذَا لَنَا أَهْلُ اْلبَيْتِ خَاصَّةً أَوْ لَنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً قَالَ بَلْ لَنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً. رواه الحاكم
Dari Abu Said Al-Khudriy, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda kepada Fatimah, “Berdirilah kamu untuk sembelihanmu dan saksikanlah ia. Karena sesungguhnya bagimu dengan tetesan darah yang pertama keluar akan menjadi penghapus dosamu yang terdahulu.” Fatimah mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah hal ini berlaku untuk kami Ahlul Bait saja atau bagi kami dan muslimin semuanya?” Beliau menjawab, “Bahkan untuk kami dan bagi semua muslimin.” HR. Al-Hakim,Al-Mustadrak ‘Ala As-Shahihain, IV:247, No. hadis 7525.
Al-Hakim meriwayatkan pula hadis itu dari Imran bin Hushain dengan redaksi yang lebih panjang. (Al-Mustadrak ‘Ala As-Shahihain, 4/247, No. hadis 7524)
Hadis di atas dhaif, karena pada sanadnya terdapat rawi ‘Athiyyah. Kata Abu Hatim, “Sesungguhnya hadis itu hadis yang munkar.” Sementara yang bersumber dari Imran bin Hushain juga dhaif, karena pada sanadnya terdapat rawi Abu Hamzah Ats-Tsamali. Namanya Tsabit bin Abu Shafiyah. Kata Ibnu Hajar, “Dia sangat lemah.” Kata Ibnu Hajar pula, hadis itu diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqi dari Ali, dan pada sanadnya terdapat rawi Amr bin Khalid Al-Wasithi, dan dia matruk (tertuduh dusta).” (Talkhis Al-Habir fii Ahadits Ar-Raafi’I Al-Kabir, 4/143)
Adapun redaksi versi Al-Baihaqi sebagai berikut:
عَنْ عَلِيٍّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عليه وَسَلَّمَ قَالَ لِفَاطِمَةَ يَا فَاطِمَةَ قُوْمِي فَأَشْهِدِي أُضْحِيَتَكِ أَمَّا إِنَّ لَكِ بِأَوَّلِ قَطْرَةٍ تَقْطُرُ مِنْ دَمِهَا مَغْفِرَةً لِكُلِّ ذَنْبٍ أَمَّا إِنَّهُ يُجَاءُ بِهَا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ بِلُحُوْمِهَا وَدِمَائِهَا سَبْعِيْنَ ضِعْفًا حَتَّى تُوْضَعَ فِي مِيْزَاِنكَ. رواه البيهقى
Dari Ali bin Abu Thalib, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda kepada Fatimah, “Berdirilah dan saksikanlah binatang sembelihanmu, sesungguhnya bagimu dengan tetesan darah yang pertama kali keluar akan menjadi penghapus setiap dosa yang terdahulu. Sesungguhnya ia akan didatangkan dengan daging dan darahnya pada hari kiamat tujuh puluh kali lipat sampai diletakan pada timbanganmu. (HR. Al- Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IX:283, No. hadis 18.943)
C. HEWAN QURBAN MENJADI DINDING DARI NERAKA
مَنْ ضَحَّى طَيَّبَةُ بِهَا نَفْسُهُ مُهْتَبِسًا لأُضْحِيَّتِهِ كَانَتْ لَهُ حِجَابًا مِنَ النَّارِ …
Barang siapa yang menyembelih qurban dengan jiwa yang senang terhadap (qurban itu), dan dengan mengharapkan (pahala) terhadap hewan qurbannya, maka hewan itu sebagai dinding dari neraka untuknya.
Hadis ini palsu, Al-Haitsami berkata di dalam Al- Majma (IV/17) setelah dia menyebutkannya dari hadis Hasan bin Ali “Diriwayatkan oleh ath Thabrani di dalam al-Kabiir dan di dalam sanadnya ada Sualiman bin ‘ Amr An-Nakha’i dan dia adalah pendusta.
Ibnu Hibban berkata : “ Dia adalah laki-laki yang zahirnya shahih, akan tetapi dia benar-benar memalsu hadis.”
Dan termasuk kelalaian as-Suyuthiy, dia memasukan hadis ini di dalam al-Jami’usah Shaghir dari sanad ini! Tetapi pensyarahnya, yaitu Al-Munawi membantahnya dengan ucapan Al-Haitsami ini, lalu berkata : “Maka sepantasnya bagi penyusunan untuk membuangnya dari Kitab ini.” (Silsilah Al-Ahadits al-Dha’ifah wa Al-Mawdhu’ah, no. 52)
D. HEWAN QURBAN ADALAH KENDARAAN DI ATAS SHIRATHAL MUSTAQIM
عَظَّمُوْا ضَّحَايَاكُمْ فَأِنَّهَا عَلَى الصِّرَاطِ مَطَايَاكُمْ
Besarkanlah hewan-hewan qurban kalian, karena sesungguhnya hewan-hewan qurban itu adalah tunggangan kalian di atas shirath (jembatan di atas neraka.)
Hadis ini tidak ada asalnya dengan lafadz ini. Ibnush Shalah berkata : “Hadis ini tidak dikenal, dan tidak tsabit.” Dalam hadis lain dengan lafazh ( اِسْتَقرهُواْ ) sebagai ganti ( عَظْمُوْا ) akan tetapi sandanya sangat dha’if. (Silsilah Al-Ahadits al-Dha’ifah wa Al-Mawdhu’ah, no. 74 dan 1255)
Riwayat ini sangat lemah, karena adanya beberapa perawi yang lemah:
a. Abdul Hamid bin Ibrahim Al Busyanji, dikatakan oleh Abu Zur’ah dan Abu Hatim: “ia tidak kuat hafalannya dan tidak memiliki kitab”. An Nasa’i mengatakan: “ia tidak tsiqah”. Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan: “ia shaduq, namun kitab-kitabnya hilang sehingga hafalannya menjadi buruk”. Maka Abdul Hamid bin Ibrahim bisa diambil periwayatannya jika ada mutaba’ah.
b. Yahya bin ‘Ubaidillah Al Qurasyi, dikatakan oleh Imam Ahmad: “munkarul hadits, ia tidak tsiqah”. An Nasa’i berkata: “matrukul hadits”. Ibnu Abi Hatim mengatakan: “dha’iful hadits, munkarul hadits, jangan menyibukkan diri dengannya”. Ibnu Hajar mengatakan: “Yahya sangat lemah”. Adz Dzahabi berkata: “para ulama menganggapnya lemah”. Sehingga Yahya bin ‘Ubaidillah ini sangat lemah atau bahkan matruk.
c. ‘Ubaidillah bin Abdillah At Taimi, Abu Hatim berkata: “ia shalih”. Al Hakim mengatakan: “shaduq”. Imam Ahmad mengatakan: “ia tidak dikenal, dan memiliki banyak hadits munkar”. Asy Syafi’i berkata: “kami tidak mengenalnya”. Ibnu ‘Adi berkata: “hasanul hadits, haditsnya ditulis”. Ibnu Hajar berkata: “maqbul“, dan ini yang tepat insya Allah. Maka ‘Ubaidillah ini hasan hadis-nya jika ada mutaba’ah.
Dengan demikian jelaslah bahwa hadits ini sangat lemah. Sebagaimana dikatakan oleh para ulama seperti Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Talkhis Al Habir (2364), As Sakhawi dalam Maqasidul Hasanah (114), Al Munawi dalam Faidhul Qadir (1/496), As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir (992), Az Zarqani dalam Mukhtashar Al Maqashidil Hasanah (96), Al Ajluni dalam Kasyful Khafa (1/133), Al Albani dalam Silsilah Adh Dha’ifah (74), serta para ulama yang lain.
Memang terdapat lafadz lain, “Perbesarlah hewan qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath”. Namun Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani setelah membawakan hadits ini beliau berkata,
لَمْ أَرَهُ، وَسَبَقَهُ إلَيْهِ فِي الْوَسِيطِ، وَسَبَقَهُمَا فِي النِّهَايَةِ، وَقَالَ مَعْنَاهُ: إنَّهَا تَكُونُ مَرَاكِبَ الْمُضَحِّينَ، وَقِيلَ: إنَّهَا تُسَهِّلُ الْجَوَازَ عَلَى الصِّرَاطِ، قَالَ ابْنُ الصَّلَاحِ: هَذَا الْحَدِيثُ غَيْرُ مَعْرُوفٍ وَلَا ثَابِتٌ فِيمَا عَلِمْنَاهُ
“Aku tidak pernah melihat (sanad) nya. Hadits ini ada di Al Wasith (karya Al Ghazali) dan kedua hadits tersebut ada di An Nihayah (karya Al Juwaini). Mereka mengatakan tentang maknanya: ‘bahwa hewan kurban akan menjadi tunggangan bagi orang yang berkurban‘. Juga ada yang mengatakan maknanya, ia akan memudahkan orang yang berkurban untuk melewati shirath. Ibnu Shalah berkata: ‘hadits ini tidak dikenal, dan sepengetahuan saya tidaklah shahih.” (Talkhis Al Habir, no. 2364)
Ibnu Mulaqqin berkata, “tidak aku dapatkan siapa yang mengeluarkan hadits ini walaupun sudah aku cari dengan sangat gigih.” (Al-Badru al-Munir, 9/273). Oleh karena itu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan, “tidak ada asal-usulnya dengan lafadz ini.” (Silsilah Al-Ahadits al-Dha’ifah wa Al-Mawdhu’ah, no. 74)
Hadits yang menyatakan bahwa hewan qurban akan menjadi tunggangan melewati shirath tidak shahih, bahkan sangat lemah. Ibnul ‘Arabi dalam Syarah Sunan At Tirmidzi mengatakan: “tidak ada hadits yang shahih mengenai keutamaan hewan qurban.”(Kasyful Khafa, 1/133). Maka keyakinan tersebut tidaklah didasari landasan yang shahih sehingga tidaklah dibenarkan.
E. HEWAN QURBAN PALING UTAMA ADALAH YANG PALING MAHAL DAN PALING GEMUK
إِنَّ أَفْضَلَ الضَّحَايَا أَغْلاَهَا وَأَسْمَنُهَا
Sesungguhnya hewan qurban yang paling utama adalah yang paling mahal dan paling gemuk.
Hadis ini Dha’if, diriwayatkan oleh Ahmad (III/424), Abul ‘Abbas Al Asham di dalam “ Hadis” nya (I/140/I), dan dari jalannya juga oleh al-Hakim (IV/231), juga al-Baihaqi (IX/168). Dan Ibnu ‘Asaakir di dalam “Tarikh Dimsyaq” ( III/197/1) dari jalan “ Utsman bin Zarf al-Juhaini yang berkata Abul Asyad (Al-Asham berkata: Abul Asad) as-Sulami telah bercerita kepadaku dari bapaknya dari kakeknya. “Utsman ini majhul (Tidak dikenal) sebagaimana dinyatakan oleh Al-Haafizh di dalam At-Tarqib.
Abul Asyad juga majhul, al-Haitsami berkata di dalam Al-Majma (IV/ 21). “Diriwayatkan oleh Ahmad, sedangkan Abul Asyad, aku tidak mendapati orang yang mentasiqahkannya (menyatakan sebagai perawi yang kuat) dan menjarahnya (menyatakannya sebagai perwai lemah), demikian pula bapaknya. Ada yang mengatakan, kakeknya adalah ‘Amr bin ‘Abbas.
Demikian beberapa hadis bermasalah seputar qurban, ada yang dhaif bahkan maudhu’. Masih banyak hadis-hadis bermasalah lainnya, insya Allah bersambung. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-shawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar