Rasulullah saw dan para sahabatnya apabila sampai ke lapangan shalat dua rakaat (shalat ied), beliau tidak shalat apapun baik sebelum maupun sesudahnya. Ini adalah pendapat jumhur, yaitu diriwayatkan dari Ali bin Abi ThAlib, Ibnu Mas’ud, Khudzaifah, dan Jabir.
Adapun keterangan yang menyatakan bahwa beliau pernah melakukan shalat sunat sebelum dan sesudah shalat ied, antara lain sebagai berikut :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيُّ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ حَفْصٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ خَرَجَ يَوْمَ عِيدٍ فَلَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا، فَذَكَرَ «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَهُ»
Dari Ibnu Umar r.a, "Bahwa ia keluar pada hari ied, maka ia tidak shalat (apapun) sebelum dan sesudahnya." Dan ia menerangkan bahwa Nabi saw melakukannya.(HR. Ahmad dan Al-Tirmidzi)[1]
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al Hakim,[2] juga shahih sebagaimana ucapan Al-Tirmidzi. Namun dalam sanadnya terdapat seorang rawi dhaif yang bernama Aban bin Abdillah.
Nama lengkapnya Aban bin Abdillah bin Abi Hazim bin Shakhr bin Al-Aliyah, ada yang mengatakan : Ibnu Abi Hazim Shakhr bin Al-Aliyah Al-BajAli Al-Ahmasi Al-Kufi, putra paman As-Shabah bin Muhammad bin Abi Hazim.
Ibnu Main dan Al-Ijli memandang tsiqah kepadanya, juga Ibnu Khalfun mencantumkannya dalam kitab At-Tsiqat. Namun, walaupun demikian tidak sedikit pula para ulama yang menjarahnya.
Imam Al-Nasai berkata : “Tidak kuat.” Dan Al-Uqaili menerangkannya dalam kitab Al-Du’afa. Ibnu Hiban berkata dalam Al-Majruhin : “Dia termasuk rawi yang banyak salahnya dan menyendiri dalam meriwayatkan hadis-hadis munkar.” Al-Dzahabi berkata dalam Diwan al-Du’afa Wa al-Matrukin : “Dia Orang Kufah, Shaduq, tapi mempunyai hadis-hadis munkar, dan beliau menerangkan dalam Al-Mizan diantara kemunkarannya.”[3]
Menurut Ibnu Hajar : “Ibnu Hiban berkata : ‘Dia termasuk rawi yang banyak salahnya dan menyendiri dalam meriwayatkan hadis-hadis munkar.’ Ibnu Saad berkata dalam tobaqotnya : ‘Dia wafat di Kufah pada masa KhAlifah Abu Ja’far.’ Ahmad berkata pula, Al-Ijli dan Ibnu Numair : ‘Tsiqah.’ Al-Nasai berkata dalam Al-Jarhu Wa al-Ta’dil : ‘Dia tidak kuat.’ Dan Al-Uqaili mencantumkannya dalam Al-Du’afa. Juga meriwayatkannya Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim dalam kitab shahihnya.”[4]
Dalam Al-Taqrib beliau berkata : “Dia Shaduq, namun dalam hapalannya terdapat kelemahan, tingkat ke-7 (Mastur atau Majhul Hal).”[5]
Imam Al-Thabrani juga meriwayatkan hadis di atas dalam Mu’jamul Ausath-nya melalui jalan yang lain. Namun sanadnya melalaui rawi Jabir Al-Ju’fi, dia matruk (ditinggalkan).[6]
Nama lengkapnya Jabir bin Yazid bin Al-Harits bin Abdi Yaguts bin Kaab bin Al-Harits bin Muawiyah bin Wail bin Mar’i bin Ju’fa Al-Ju’fi, (kunyahnya) Abu Abdillah, Abu Yazid atau Abu Muhammad Al-Kufi.
Menurut Abu Hatim Al-Razi dari Ahmad bin Hanbal : "Telah meninggalkannya Yahya dan Abdurrahman." Pada tempat lain ia mengatakan : "Hadisnya ditulis untuk dijadikan I’tibar namun tidak bisa dijadikan hujah." Al-Nasai berkata : "Hadisnya ditinggalkan, tidak tsiqah dan tidak ditulis hadisnya." Al-Hakim Abu Ahmad berkata : "Pemalsu hadis." Ibnu Saad berkata : "Dia MudAlis, dan dia sangat dhaif dalam pikirannya dan periwayatannya." Ibnu al-Jarud berkata : "Laisa bisyaiin, kadzab dan tidak ditulis hadisnya." Aj-Jauzaqani mengatakan : "Hadisnya diingkari."
Abu Jafar berkata : "Dia dhaif, termasuk syiah yang melampau batas dalam agama." Abul-Hasan Al-Kufi berkata : "Dia dhaif berlebihan dalam kesyiahannya dan berbuat tadlis dalam meriwayatkan hadis." Imam Al-Dzahabi (dalam Al-Kasyif) berkata : "Dia termasuk ulama besar syiah, Syu’bah menganggap tsiqah, maka ia syadz (menyendiri), dan para hufadz meninggalkannya”. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata : “Dhaif, Rafidhah (pengikut Ali)”. Menurut Dr. Basyar Awad Ma’ruf : “Dia dituduh berdusta dalam hadisnya.” Maka menurutku : “Orang yang mamandang cacat padanya, tiada lain dia memandang cacat itu karena takut dari dustanya.”[7]
Tetapi ada riwayat yang menyatakan, bahwa Rasulullah saw pernah melakukan shalat sunat setelah ied dua rakaat di rumahnya. Keterangan tersebut sebagai berikut :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا الْهَيْثَمُ بْنُ جَمِيلٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو الرَّقِّيِّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي قَبْلَ الْعِيدِ شَيْئًا فَإِذَا رَجَعَ إِلَى مَنْزِلِهِ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ-ابن ماجة-
… dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri, ia berkata : “Adalah Rasulullah saw tidak shalat sebelum ied sedikitpun, dan apabila kembAli ke rumahnya, beliau shalat dua rakaat.”(HR. Ibnu Majah)[8]
Hadis ini juga dhaif karena diriwayatkan melalui Abdullah bin Muhammad bin Aqil. Nama lengkapnya Abdullah bin Muhammad bin Aqil bin Abi ThAlib Al-Qurasyi Al-Hasyimi, kunyahnya Abu Muhammad Al-Madani.
Menurut Hanbal bin Ishaq dari Ahmad bin Hanbal : “Ibnu Aqil Munkarul hadis (hadisnya diingkari).” Abas Ad-Dauri berkata, dari Yahya bin Main : “Ibnu Aqil hadisnya tidak dapat dijadikan hujah.” Ali bin Al-Madini berkata : “Dia dhaif.” Abu Hatim berkata : “Hadisnya lemah, tidak kuat, dan tidak termasuk orang yang dapat dijadikan hujah hadisnya, hadisnya ditulis, dan dia lebih aku sukai daripada Tamam bin Najih.” Al-Nasai berkata : “Dhaif.” Abu Bakar bin Khuzaimah berkata : “Aku tidak berhujah dengannya, karena jelek hapalannya.”[9] Al-Khatib berkata : “Dia Sayiul hifdzi.” Ibnu Hiban berkata : “Dia Radiul hifdzi (jelek hapalan), menceritakan hadis dengan keraguan …”[10]
Hadis yang lain menerangkan bahwa sahabat Ali bin Abi ThAlib menyatakan keengganannya untuk melarang, apabila ada orang yang shalat sebelum atau sesudah ied. Riwayat tersebut sebagai berikut :
حَدَّثَنَا إِبْراَهِيْمُ بْنُ سَعِيْدٍ اْلجَوْهَرِيُّ قَالَ نَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ النُّعْمَانِ اْلجُعْفِيُّ أََبُوْ إِسْحَاقَ قَالَ سَمِعْتُ الرَّبِيْعَ بْنَ سَعِيْدٍِ اْلجُعْفِيَّ قَالَ نَا اْلوَلِيْدُ بْنُ سَرِيْعٍ مَوْلَى عَمْرِو بْنِ حَرِيْثٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ أَمِيْرِ اْلمُؤْمِنِيْنَ عَلِيِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رضي الله عنه فِيْ يَوْمِِ عِِيْدٍ فَسَأَلَهُ قَوْمٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالُوْا يَا أَمِيْرَ اْلمُؤْمِنِيْنَ مَا تَقُوْلُ فِِي الصَّلاَةِِ يَوْمَ اْلعِيْدِ قَبْلَ اْلِِإمَامِ وَبَعْدَهُ قَالَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِمْ شَيْئاً ثُمَّ جَاءَ قَوْمٌ آخَرُ فَسَأَلُوْهُ كَمَا سَأَلُوْهُ الَّذِيْنَ كَانُوْا قَبْلَهُمْ فَمَا رَدَّ عَلَيْهِمْ فَلَمَّا اِنْتَهَيْنَا إِلَى الصَّلَاة صَلَى بِالنَّاسِ فَكَبَّرَ سَبْعًا وَ خَمْسًا ثُمَّ خَطََبَ النَّاسَ ثُمَّ نَزَّلَ فَرَكِبَ فَقَالُوْا ياَ أَمِيْرَ اْلمُؤْمِنِيْنَ هَؤُلَاءِ قَوْمٌ يُصَلُّوْنَ قَالَ فَمَا عَسَيْتُ أَنْ أَصْنَعَ سَأَلْتُمُوْنِيْ عَنِ السُّنَّةِ فَإِنَّ النَّبِِيَّ صلى الله عليه وسلم لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا فَمَنْ شَاءَ فَعَلَ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَ أَتَرُوْنِي أَمْنَعُ أَقْوَامًا يُصَلُّوْنَ فَأَكُوْنُ بِمَنْزِلَةِ مَنْ يَمْنَعُ عَبْدًا أَنْ يُصَلِّيَ -
… dari Al-WAlid bin Sari’ Maula Amr bin Haris, ia mengatakan : “Kami keluar bersama Amirul Mukminin Ali bin Abi ThAlib pada hari ied. Satu qaum bertanya kepada beliau tentang shalat sebelum dan sesudah ied. Beliau tidak menjawab apapun kepada mereka. Kemudian datang lagi satu qaum bertanya kepada beliau masih tentang hal itu, beliau tidak menjawab apapun kepada mereka. Tatkala sudah dekat pelaksanaan shalat ied, beliau mengimami kami dan bertakbir tujuh dan lima, kemudian mengkhutbahi orang-orang, kemudian turun (dari mimbar) dan naik kendaraannya.” Mereka berkata : Wahai Amirul Mukminin, mereka ada yang sedang melakukan shalat. Beliau berkata : “Apa yang harus aku lakukan, kalian bertanya kepadaku tentang sunah. Nabi saw tidak pernah shalat sebelum dan sesudah ied. Siapa yang ingin melakukan silahkan dan kalau tidak, jangan.”(HR. Al-Bazzar)[11]
Hadis ini pun dhaif karena dalam sanadnya terdapat rawi ibrahim bin Muhammad bin an-nu’man al-ju’fi, dia rawi yang majhul. Adapun kemajhulannya, karena dalam kitab-kitab rijal tidak (belum) ditemukan nama rawi yang demikian.
Dan masih ada beberapa hadis yang menerangkan adanya shalat sebelum dan sesudah ied, tetapi rasanya cukup sampai di sini karena hadis-hadisnya lebih lemah dari yang diterangkan di atas. Lebih dari itu, dalam sebuah hadis diterangkan :
Dari Ibnu Mas’ud ia berkata : “Tidak termasuk sunnah, shalat sebelum imam keluar pada hari ied.”(HR. Al-Thabrani)[12]
Abu al-Mu’ala berkata : Aku mendengar Said, ia menerima dari Ibnu Abas, (bahwasanya) ia (Ibnu Abas) tidak menyukai shalat (sunat) sebelum ied.[13] Mungkin ini semakin lebih jelas bagi kita dalam mengkaji masalah tadi, Karena Ibnu Umar adalah sahabat yang sangat taasi dalam mengikuti sunnah Rasulullah saw. sehingga jangankan masalah ibadah, di dalam urusan keduniaan pun dia senantiasa ingin sama dengan beliau.
Tidak disukai shalat sunat sebelum atau sesudah shalat ied, bagi makmum dan imam, baik di mesjid maupun di lapangan, adalah pendapat Ibnu Abas, Ibnu Umar, dan itu diriwayatkan dari Ali, Ibnu Mas’ud, Khudzaifah, Buraidah, Salamah bin Al-Akwa, Jabir, dan Ibnu Abi Aufa. Demikian pula pendapat Syuraih, Abdullah bin Al-Mugafal, As-Sya’bi, MAlik, Al-Dhahak, Al-Qasim, SAlim, Ma’mar, Ibnu Juraij, dan Masyruq. Al-Zuhri berkata : “Aku tidak mendengar seorangpun dari ulama kita (kami), yang menerangkan bahwa seorangpun dari ulama salaf (terdahulu) dia melaksanakan shalat sunat sebelum maupun sesudah ied.”[14]
Dengan dhaifnya hadis-hadis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa shalat sunat qabliyah dan ba’diyah ied tidak disyariatkan. Wallahu a’lam[1] Nail al-Authar 3/370.
[2] Al-Mustadrak 1/435.
[3] Tahdzib al-Kamal 2/15.
[4] Tahdzib al-Tahdzib 1/121.
[5] Taqrib al-Tahdzib 1/24.
[6] Nail al-Authar 3/369.
[7] Tahdzib al-Kamal 4/469-470.
[8] Dhaif. Sunan Ibnu Majah 1/408 no. 1293.
[9] Tahdzib al-Kamal 16/78-84.
[10] Tahdzib al-Tahdzib 4/476.
[11] Dhaif. Musnad Al-Bazar 2/129 no. 487.
[12] Nail al-Authar 3/369.
[13] Shahih al-Bukhari 2/14.
[14] Al-Mugni 2/123.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar