Ketika khatib berkhutbah ied, banyak kita saksikan mereka mengucapkan lafal takbir, bahkan berulangkali melakukannya, baik di awal, di tengah, atau di akhir khutbah. Dalam masalah ini ternyata terdapat keterangan yang menyatakan sebagai berikut :
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَعْدِ بْنِ عَمَّارِ بْنِ سَعْدٍ الْمُؤَذِّنِ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يُكَبِّرُ بَيْنَ أَضْعَافِ الْخُطْبَةِ، يُكْثِرُ التَّكْبِيرَ فِي خُطْبَةِ الْعِيدَيْنِ.
(Ibnu Majah berkata) telah menerangkan kepada kami Hisyam bin Ammar, telah menerangkan kepada kami Abdurrahman bin Sa’ad bin Ammar bin Sa’ad Al Muadzin, telah menerangkan kepadaku ayahku, menerima dari ayahnya, dari datuknya, ia berkata : “Adalah Nabi saw bertakbir di antara sela-sela khutbah, membanyakkan takbirnya dalam shalat ied.”(HR. Ibnu Majah)[1]
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Al-Thabrani, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Abi Syaibah.[2] Hadis ini dhaif, karena diriwayatkan melalui rawi-rawi dhaif sebagai berikut :
a. Ammar bin Saad bin Aidz Al-Muadzin,
Apabila meriwayatkan langsung dari Nabi saw hukumnya Mursal. Menerima hadis dari ; Saad Al Qurodz (Ayahnya), Abu Hurairah, dan Utsman bin Al Arqom Al Makhzumi. Sedangkan muridnya ; Muhammad dan Saad (putranya), Umar bin Hafs (putra saudaranya), Abdurrahman bin Asid bin Zaid bin Al-Khathab, dan Abu al-Miqdam Hisyam bin Ziyad.
Ibnu Hibban menerangkannya dalam kitab "Al-Tsiqat". Ibnu Mandah menerangkannya dalam "As-Shahabah". Namun Abu Nuaim mengingkari tentang ke-sahabatannya. Wallahu a'lam.[3] Menurut Ibnu Hajar : “Maqbul tingkat ke-III, dan keliru orang yang berpendapat bahwa dia itu seorang sahabat.”[4]
b. Saad bin Ammar bin Saad Al-Quradz Al-Muadzin (Ayahnya Abdurrahman),
Menerima hadis dari ayahnya, dari kakeknya satu naskah, dan dari Umu Ammar Hadhanah Ammar bin Yasar. Dan menerima hadis darinya (muridnya), putranya ; Abdurrahman, dan Abdulkarim bin Abil Mukhoriq.[5] Menurutku (Imam Al-Asqolany) : Ibnu al-Qathan berkata : “Tidak dikenal identitasnya, dan identitas anaknya.”[6] Dalam kitab Bayanul-Wahmi Wal-Iham, Ibnu al-Qathan berkata : “Tidak diketahui identitasnya, identitas ayahnya, begitu pula identitas anaknya.” Dan Al-Dzahabi berkata dalam Al-Mizan : “Tidak diketahui identitasnya.”[7] Menurut Ibnu Hajar : “Mastur tingkat ke –VI.”[8]
Tingkat VI Ibnu Hajar adalah bagi rowi yang tidak meriwayatkan hadis kecuAli hanya sedikit, dan isyarat yang menunjukan : “Maqbul bila ada Mutabi', dan jika tidak ada maka hadisnya lemah”.[9]
c. Abdullah bin Muhammad bin Ammar bin Saad (sanad Al Baihaqi),
Al-Zaila’i berkata : Menurut Ibnu Ma'in, “Abdullah bin Muhammad laisa bisyai'in,” dan Al-Dzahabi berkata : “Abdullah bin Muhammad bin Ammar dari ayahnya, dipandang dhaif oleh Ibnu Main.” Utsman bin Said bertanya kepada Yahya, bagaimana keadaan mereka ? Ia menjawab : “Laisu bisyaiin.”[10]
d. Umar bin Hafs bin Ammar bin Saad (sanad Al Baihaqi),
Menerima hadis dari ; Hafs bin Umar (ayahnya), Umar bin Saad (kakeknya), dan Amr bin Syimr Al-Ju'fi. Sedangkan muridnya : Ismail bin Abi Uwais, Abdurrahman bin Saad, dan Abdul Mulk bin Juraij.[11]
Umar bin Hafs bin Ammar bin Saad dari ayahnya, Ibnu Main berkata : “Laisa bisyaiin.” Dan telah menerangkan pemilik kitab Al-Mizan (Al-Dzahabi), bahwa Utsman bin Said menerangkan kepada Yahya tentang hadits ini, ia bertanya : Bagaimana keadaan mereka ? Ia menjawab : “Laisu bisyaiin.”[12]
Utsman bin Said Al-Darimi berkata, dari Yahya bin Main : “Laisa bisyaiin.”[13]
e. Abdurrahman bin Saad bin Ammar bin Saad bin ‘Aidz Al-Madany
Nama lengkapnya Abdurrahman bin Saad bin Ammar bin Saad bin ‘Aidz Al-Madany, Abu Ahmad yang dikenal cucunya Saad Al-Qurodzi (Muadzin Rasulullah saw di mesjid Quba- Madinah).
Menurut Ibnu Abi Khaitsamah, dari Yahya bin Main : “Dhaif.”[14] Al-Bukhari berkata : Fihi Nadhzar.[15] Abu Ahmad Al-Hakim berkata : “Haditsnya laisa bil-qoim”.[16] Al-Dzahabi berkata (dalam Ad-Diwan) : “Munkarul-hadis”. Dan Ibnu Hajar dalam Al-Taqrib berkata : “Dhaif.”[17] Menurut Ibnu Hajar, “Dhaif tingkat ke-VII.”[18] Tingkat VII Ibnu Hajar adalah bagi rowi memiliki murid lebih dari satu, tapi tidak ada yang tsiqoh. Dan ini menunjukkan : “Mastur atau Majhul Hal.”[19]
f. Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah.
Al-Imam, Al-Faqih, seorang Mufti dan 'Alim di Madinah, juga termasuk Fuqoha Sab'ah, Abu Abdillah Al HudzAli Al Madani Al A'ma, saudara Aun bin Abdillah bin Utbah bin Mas'ud.
Dilahirkan pada zaman KhAlifah Umar bin Al-Khathab. Tapi walaupun demikian, menurut Abu Zur’ah Ar-Roji : Apabila dia menerima dari Umar dinyatakan Mursal.[20] Dan wafat ;(menurut Al-Bukhary) sebelum Ali bin Al-Husen tahun 94/95 H, (menurut Al Waqidy, Muhammad bin Abdillah bin Numer, Al-Tirmidzi) tahun 98 H, (menurut Ali bin Al Madini) tahun 99 H.
Menurut Abu Zur’ah : “Tsiqoh, Ma'mun, Imam.”[21] Menerima hadis dari sahabat ; Siti Aisyah, Abu Hurairah, Fatimah binti Qois, Abu Waqid, Zaid bin Kholid, Ibnu Abbas (biasanya panjang), Ibnu Umar, Abi Said, Nu'man bin Basyair, Maimunah, Umu Salamah, Umu Qois binti Mihson, Umar, Ammar bin Yasir, Utsman bin Hunaif, yang selainnya Mursal,[22] diantaranya mungkin ; Zufar bin Aus, Sahl bin Hunaif, Syibl Al Muzany, Abdullah bin Zam'ah, Abdullah bin Utbah bin Mas'ud (ayahnya), Ibnu Mas'ud (paman ayahnya), Abdurrahman bin Abdul-Qory, Urwah bin Zubair, Ammar bin yasir, Al Miswal bin Makhramah, Abu Thalhah.[23] Karena mereka diterangkan sebagian oleh penyusun (Mursal), dan sebagiannya lagi dicantumkan sebagai gurunya, padahal itu tidak termasuk menurut Al-Dzahabi.
Sedangkan jumlah muridnya, menurut penelitian Al-Mizi 17 orang;[24] Menurut Ad-Dzhabi 12 orang,[25] tapi katanya masih ada yang lainnya.
Muhammad bin Saad mengelompokannya kepada tobaqoh ke-II dari ahli Madinah.[26] Dan Ad-Dzhabi memasukannya pada tobaqot Kibar Tabi'in.[27]
Dengan dhaifnya hadis-hadis tersebut, dapat disimpulkan bahwa takbir di dalam khutbah ied tidak disyariatkan. Wallahu a’lam.[1] Sunan Ibnu Majah 1/407, no. 1287.
[2] Dhaif. Sunan Ibnu Majah 1/407, no. 1287, Al-Mu’jam al-Kabir 6/39, no. 5449, Al-Mu’jam al-Shagir 2/142, Al-Mustadrok Ala al-Shahihain 3/607, al-Sunan al-Kubra 3/299, al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no. 5865.
[3] Tahdzib al-Tahdzib, 6/5 no. 4974.
[4] Taqrib al-Tahdzib, 1/201 no. 2325.
[5] Tahdzib al-Kamal 10/293 no. 2222.
[6] Tahdzib al-Tahdzib 3/289 no. 2325.
[7] Tahqiq Tahdzib al-Kamal, Dr. Basyar Awad Ma’ruf, 10/293.
[8] Taqtib al-Tahdzib, 1/201 no. 2325.
[9] Taqrib al-Tahdzib, 1/8.
[10] Aun al-Ma'bud, 4/9.
[11] Tahdzib al-Kamal 21/303 no. 4215.
[12] Badzlu al-Majhud, 6/187.
[13] Tahdzib al-Kamal 21/303 no. 4215, Mizan al-I'tidal, 3/190 no. 6077.
[14] Tahdzib al-Kamal 2/134 no. 3828.
[15] Tarikh al-Kabir 5/933.
[16] Tahdzib al-Tahdzib 6/183.
[17] Tahqiq Tahdzib al-Kamal, Dr. Basyar Awad Ma’ruf, 17/134.
[18] Taqrib al-Tahdzib, 1/336 no. 3982.
[19] Taqrib al-Tahdzib, 1/8.
[20] Marosil Ibnu Abi Hatim, h. 120.
[21] Al-Jarhu Wa al-Ta'dil, tarjamah 1517.
[22] Siyaru A'lami al-Nubala, 5/394.
[23] Tahdzib al-Kamal, 19/73-74.
[24] Tahdzib al-Kamal, 19/73-74.
[25] Siyaru A'lami al-Nubala, 5/394.
[26] Thabaqat Ibnu Sa’ad 5/250.
[27] Siyar A'lami al-Nubala 5/393 no. 546.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar