JANGAN MUDAH MENILAI ORANG LAIN BERBUAT RIYA' (GAMBAR: PIXABAY) |
Artikel
Terbaru Ke - 219
Oleh
: Ahmad Wandi, M.Pd (ahmadwandilembang.com)
Riya
adalah kebalikan dari ikhlas. Yaitu bermaksud mendapatkan manfaat dunia dari
makhluk dengan mengerjakan amalan akhirat. Dan yang dapat membedakan riya atau
ikhlasnya seseorang dalam beramal adalah niatnya dalam hati.
Kata Imam al-Ghazali, “Maka Batasan riya itu adalah menginginkan (pujian) hamba dengan melakukan taat kepada Allah.” Menurut Ali bin Abu Thalib, “Örang riya itu ada tiga ciri, yaitu: dia malas bila sendirian, semangat bila bersama orang-orang, bertambah dalam beramal apabila ia dipuji dan berkurang bila ia dicela.” (Ihya Ulumuddin 3/304)
Riya
sangat berbahaya dan termasuk syirik. “Barang siapa shalat karena riya, maka
dia telah berbuat syirik. Barang siapa yang shaum karena riya, maka dia telah berbuat
syirik. Barang siapa yang bersedekah karena riya, maka dia telah berbuat
syirik.” (HR. al-Thayalisi no. 1120)
Riya atau tidaknya seseorang dalam beramal, sebetulnya urusan hati seseorang. Yang tau hanya dia dan Allah swt. Mempermasalahkan hati seseorang, termasuk menyinyirnya berbuat riya, jelas bukan wilayah kita. Itu hak preogratif Allah swt yang diibadahinya.
Dalam
hal ini, seringkali kita menemukan ada orang yang mengurungkan amal shalihnya
bukan karena tidak mau dan tidak mampu, tapi karena ada nyinyiran orang lain
yang menuduhnya riya'. Saat dia membagikan kebahagiaan (misalnya umrah,
tahajud, shaum sunat, berkunjung ke panti asuhan, dsb) dengan mengupload foto
atau video kegiatannya di medsos, tahu-tahunya ada yang komentar: "Riya'
nih, hati-hati amalnya terhapus", dsb.
Alangkah
baiknya kita menjaga lisan dan komentar terhadap orang lain. Justru lebih mulia
berbaik sangka terhadap orang seperti itu, karena tidak semua orang sanggup
melakukannya. Mungkin dia sedang tahadduts bin ni'mah, atau meramaikan
medsos dengan syiar Islam, atau tujuan baik lainnya yang kita tidak tahu.
Apakah kita rela medsos diisi dengan konten kejahatan, pornografi dan berbagai
keburukan, lantaran orang menjadi takut jika menampilkan konten kebaikan akan
dituduh riya'? Orang-orang baik tidak hadir mengisi medsosnya dengan
kebaikan-kebaikannya. Dan yang ada, konten-konten yang menampilkan dan mengajak
kepada kejahatan dan kemaksiatan.
Terlalu mudah menuduh riya' jelas tidak dibenarkan. Bahkan di masa Rasulullah ﷺ, itu merupakan salah satu kebiasaan orang munafiq untuk menggembosi amal shalih para sahabat Nabi ﷺ.
Dari
Abu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia bercerita: “Sesudah Rasulullah ﷺ memerintahkan
kami untuk bersedekah, maka Abu Uqail bersedekah dengan satu sha’, dan datang
seseorang dengan membawa lebih banyak dari itu, lalu orang-orang munafik
berkata:
“Allah ‘Azza
wa Jalla tidak membutuhkan sedekah orang ini, orang ini tidak melakukannya
kecuali dengan riya. Lalu turunlah ayat:
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ
“Orang-orang
munafik itu yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi
sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk
disedekahkan) selain sekadar kesanggupannya.” (QS. At Taubah : 79). (Lihat,
Shahih Al Bukhari, no. 4668)
Padahal yang benar-benar riya’ adalah mereka sendiri. Allah swt berfirman, "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS. An-Nisa : 142)
Memang
benar menyembunyikan amal shalih adalah jalan terbaik. Tapi, menampakkannya
juga sangat baik bahkan bisa jadi mendatangkan kebaikan yang lebih banyak sebagai
contoh yang baik (sunnah hasanah) bagi semua orang yang melihatnya. Apalagi di
medsos, jangkauan bisa lebih luas dan tak terbatas.
Faktanya,
Allah Ta'ala memuji mereka yang beramal baik
sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan menampakkannya. Keduanya
sama-sama baik. Allah Ta'ala berfirman:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, Maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah : 274)
Al
Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah menerangkan:
هذا مدح منه تعالى للمنفقين في سبيله، وابتغاء مرضاته في جميع الأوقات من ليل أو نهار، والأحوال من سر وجهار، حتى إن
النفقة على الأهل تدخل في ذلك أيضا
Ini
adalah sanjungan dari Allah Ta’ala bagi orang-orang yang infak dijalanNya, dan orang yang mencari
ridhaNya disemua waktu, baik malam dan siang, dan berbagai keadaan baik
tersembunyi atau terang-terangan, sampai – sampai nafkah kepada keluarga juga
termasuk dalam kategori ini. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/707)
Semoga
kita semua termasuk orang-orang yang ikhlas dalam beramal, sehingga amalan kita
menjadi amalan shalihan. Kemudian kita pun disibukkan dengan memperhatikan aib diri
kita sendiri, sehingga tidak sempat memperhatikan aib orang lain. Wallahul
musta'an
Lembang,
20 September 2024
Artikel ahmadwandilembang.com
=========
Dapatkan update artikel islam setiap harinya dari ahmadwandi.blogspot.com.
Mari bergabung di WhatsApp "Kajian AWAL Official", caranya
klik link https://bit.ly/Awalofficial, silahkan
sebarkan, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar