Nikah bulan syawal membawa berkah (Gambar: Pixabay)
NIKAH DI BULAN SYAWAL MEMBAWA BERKAH
“Ikan Bawal Diasinin Bulan Syawal Dikawinin” sebuah kata sajak yang sederhana, namun memiliki makna cukup dalam. Karena kata tersebut bukan sekedar sajak, namun menggambarkan sebuah sunnah Nabi ﷺ, yaitu melangsungkan pernikahan di bulan Syawal.
Pernikahan adalah ibadah yang sangat mulia, sekaligus untuk menyempurnakan agama. Namun dalam pelaksanaannya, ibadah yang sangat mulia tersebut seringkali tercoreng kemuliaannya karena bercampur dengan adat dan keyakinan yang menyalahi syariat. Sehingga, pernikahan yang sejatinya murni menjalankan perintah agama, menjadi tradisi dan budaya yang lebih dominan dan ditonjolkan.
Memasuki bulan Syawal, konon masih ada persepsi atau keyakinan di masyarakat kita bahwa menikah di bulan Syawal akan membawa kepada kesialan, karena akan berdampak kurang baik terhadap kehidupan berumah-tangga. Sebab dianggap sebagai bulan panas sehingga rumah tangga mempelai nantinya tidak rukun, atau dianggap sebagai bulan yang kurang baik, karenanya mempelai nantinya susah berusaha dan akan mengalami kesulitan hidup.
Alasan ini karena masih diyakini oleh sebagian kecil masyarakat bahwa menikah diantara dua hari raya tersebut adalah tidak baik, sehingga akan membawa dampak negatif dikemudian hari bagi kelangsungan rumah tangga si mempelai, sehingga rezekinya akan terjepit pula, susah berusaha, dan akan mengalami kesulitan hidup. Wajar apabila di wilayah-wilayah tertentu berdampak terjadi penurunan jumlah pernikahan di bulan Syawal.
Al-hafizh Ibnu Katsir juga menjelaskan,
“Rasulullah ﷺ menikahi Aisyah untuk membantah keyakinan yang salah sebagian masyarakat yaitu tidak suka menikah di antara dua ‘ied (bulan Syawal termasuk di antara ‘ied Fitri dan ‘idul Adha), mereka khawatir akan terjadi perceraian. Keyakinan ini tidaklah benar.” (Al-Bidayah wan Nihayah, 3/235)
BULAN SYAWAL BUKAN BULAN SIAL
Muhammad bin Allan Al-Shiddiqi dalam Dalil Al-Falihin menjelaskan, nama Syawal diambil dari kalimat Sya-lat al-ibil, berarti seekor unta yang mengangkat ekornya. Sementara menurut Ibnu Manzur dalam Lisanul Arab-nya menegaskan, Syawal berasal dari perkataan Syalat an-naqah bi dzanabiha, dengan makna senada, yakni unta betina yang menegakkan ekornya. Lebih lanjut Ibnu Manzur menerangkan, para ahli bahasa terdahulu menyandarkan riwayat penamaan itu pada peristiwa yang biasa terjadi di bulan ini. Fenomena itu dikenal dengan istilah Tasywil laban al-ibil, alias kondisi susu unta yang sedikit. Oleh karena itu, Syawal diambil dari kata Syawwala yang bermakna "menjadi lebih sedikit dari sebelumnya."
Sebelum datang risalah Nabi Muhammad ﷺ, cerita asal nama Syawal ini melahirkan beberapa pantangan. Di antaranya, ketabuan melaksanakan pernikahan sebelum usai bulan Syawal. Kalimat Syalat an-naqah bi dzanabiha, misalnya, dengan makna seekor unta betina yang menegakkan ekornya itu bermula dari kecenderungan unta-unta betina yang enggan didekati pejantan. Ekor yang diangkat menandakan penolakan, bahkan perlawanan. Dari situ, lantas muncullah kesimpulan masyarakat Arab sebelum Islam bahwa menikah di bulan Syawal menjadi sebuah hal yang tabu, bahkan dilarang. Begitu pula dengan perkataan Sya-lat al-ibil yang lebih diarahkan pada kecenderungan orang Arab yang menggantungkan alat-alat tempur mereka. Masyarakat Jahiliyah menjadikan Syawal sebagai bulan pantang berperang karena sudah mendekati bulan-bulan haram.
Setelah datangnya Islam, Islam tidak cuma menegakkan keesaan Allah Swt, akan tetapi juga menata tradisi masyarakat yang kurang baik, termasuk mitos-mitos bulan Syawal yang merugikan di dalamnya. Oleh karena itulah Rasulullah ﷺ. bahkan menjadikan keberkahan bulan Syawal dengan tercatatnya beberapa peristiwa penting dalam sejarah Islam, yaitu perang Uhud pada pada tanggal 17 Syawal tahun ke-3 H, perang Khandaq/Ahzab pada tahun ke-5 H, dan perang Hunain pada tahun ke-8 H, semuanya terjadi di bulan syawal.
Mitos lainnya yang dihapus oleh Islam adalah mitos pernikahan bulan syawal. Bahwa tidak boleh menikah di bulan Syawal karena akan berujung sial atau perceraian. Setelah Islam datang, takhayul yang dipercayai bangsa Arab itu dipatahkan Rasulullah ﷺ. yang menikahi Aisyah ra. pada tahun ke-11 kenabian, dan istri yang lainnya di bulan Syawal tersebut.
NIKAH BULAN SYAWAL ADALAH SUNNAH
Berkata 'Aisyah Radhiallahu 'Anha berkata:
تزوجني النبي صلى الله عليه و سلم في شوال و بنى بى في شوال . فأي نسائه كان أحظي عنده مني وكانت عائشة تستحب أن تدخل نسائها في شوال
"Nabi ﷺ menikahiku di bulan Syawal, dan berumah tangga denganku di bulan Syawal, maka wanita manakah di sisinya yang lebih beruntung daripada aku?" Dan 'Aisyah suka jika malam pertama itu dilakukan di bulan Syawal. (HR. Ibnu Majah No. 1990)
Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:
فيه استحباب التزويج والتزوج والدخول في شوال وقصدت عائشة بهذا الكلام رد ما كانت الجاهلية عليه وما يتخيله بعض العوام اليوم من كراهة التزوج والتزويج والدخول في شوال وهذا باطل لا أصل له وهو من آثار الجاهلية كانوا يتطيرون بذلك لما في اسم شوال من الاشالة والرفع
Di dalam hadits ini, disunnahkan untuk menikahkan, menikahi, dan malam pertama di bulan Syawal. Maksud 'Aisyah dengan ucapannya adalah sebagai sanggahan atas keyakinan masa jahiliyah dan takhayul sebagaian orang awam hari ini bahwa makruh menikahi, menikahkan, dan malam pertama di bulan Syawal. Ini adalah keyakinan yang batil dan tidak memiliki dasar, dan juga pengaruh masa jahiliyah yang dahulu mereka suka "merasa sial" lantaran penamaan SYAWAL yang berasal dari kata al Isyaalah (terangkat) dan al raf'u (naik). (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/209)
Di dalam Islam sejatinya tak ada hari dan bulan yang sial, semua waktu adalah baik. Dalam Sejarah, di samping menikahi Aisyah, Rasul ﷺ pun tercatat menikahi sebagian istri yang lainnya juga di bulan Syawal, yakni;
Pertama, menikahi Saudah binti Zam’ah
Saudah binti Zam’ah adalah sahabat perempuan yang memeluk Islam di awal dakwah Nabi Muhammad ﷺ. Ia dan suaminya, As-Sakran bin Amr bahkan sempat ikut hijrah ke Habasyah. As-Sakran kemudian wafat saat mereka berada di Habasyah, dalam riwayat lainnya disebutkan setelah mereka kembali ke Makkah. Setelah menjanda, Saudah binti Zam’ah kemudian dinikahi Rasulullah ﷺ pada bulan Syawal tahun ke-10 kenabian, tepatnya setelah istri pertama beliau, Khadijah binti Khuwailid menutup usia.
Saudah merupakan perempuan pertama yang dinikahi Nabi Muhammad ﷺ sepeninggalan Khadijah. Ia mulai membina rumah tangga bersama Rasulullah ﷺ di Makkah. Saat itu, Aisyah masih berusia enam tahun dan Rasulullah ﷺ hanya tinggal bersama Saudah. Saat Aisyah menginjak usia sembilan tahun, barulah Nabi Muhammad ﷺ membina rumah tangga dengan putri Abu Bakar tersebut di Madinah. Saudah wafat di akhir masa pemerintahan Umar bin Khatab, tepatnya pada bulan Syawal 54 H.
Kedua, menikahi Aisyah binti Abu Bakar
Rasulullah ﷺ juga menikahi Aisyah pada bulan Syawal, sebagaimana pengakuan putri Ummu Ruman ini dalam hadis terkenal di atas.
Imam An-Nawawi berkata, hadis ini menunjukkan anjuran menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga pada bulan Syawal. Dalam Ar-Rahiq al-Makhtum dituliskan, Rasulullah ﷺ menikah dengan Aisyah pada tahun ke-11 kenabian, saat Aisyah masih berusia 6 tahun. Meskipun demikian, beliau baru membina rumah tangga dengan saudari Asma ini pada Syawal 1 H, tujuh bulan setelah hijrah, saat Aisyah sudah berusia 9 tahun.
Ketiga, menikahi Ummu Salamah
Nama aslinya adalah Hindun binti Abi Umayyah Al-Makhzumiyah. Dahulu, Ummu Salamah merupakan istri dari Abdullah bin Abdil Asad Al-Makhzumi. Akan tetapi lelaki yang akrab disapa Abu Salamah ini mengembuskan napas terakhir tak lama setelah perang Uhud, tepatnya pada 4 Jumadil Akhir 4 H.
Ummu Salamah akhirnya menikah dengan Rasulullah ﷺ pada akhir Syawal di tahun itu juga. Perempuan dari Bani Makhzum ini dikenal sebagai sahabat yang cerdas dan kritis, juga meriwayatkan hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ. Ummu Salamah adalah istri Rasulullah yang terakhir wafat, yakni pada tahun 59 H. dengan diberkahi umur panjang, bahkan sampai pada masa pembunuhan Husein bin Ali, cucu Rasulullah ﷺ.
Dengan memperhatikan fakta sejarah tersebut, maka apabila ada sebagian orang yang menghindari bulan-bulan tertentu untuk menikah karena menilainya sebagai bulan sial, maka sejatinya fenomena yang pernah terjadi dan menjadi tradisi pada zaman jahiliyah dahulu. Sebuah fenomena sejarah yang mungkin terulang kembali hari ini, hanya merk dan kemasan saja yang mungkin berubah mengikuti zaman. Wallahul muwafiq!
Lembang, 03 Syawwal 1444 H/ 24 April 2023 M
Artikel ahmadwandilembang.com
=========
Dapatkan update artikel islam setiap harinya dari ahmadwandi.blogspot.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kajian AWAL Official", caranya klik link https://t.me/awalofficialcom, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar