Ketentuan Shalat Tarawih (Gambar: idxchannel.com) |
KETENTUAN SHALAT TARAWIH, UMAT ISLAM WAJIB TAHU!
Shalat tarawih adalah shalat malam yang dilakukan pada bulan Ramadhan. Tarawih berasal dari kata rahah yaitu santai, istirahat, tidak tergesa-gesa. Penamaan ini dari para ulama, Nabi SAW. sendiri dan para sahabatnya menyebutnya qiyamu ramadhan.
Kalangan ulama ada yang membedakan pengertian tarawih, qiyam ramadhan, qiyam lail, tahajud, dan witir ; dan ada pula yang menyamakannya. Namun pada umumnya mereka menyamakan pengertian istilah-istilah itu. imam Bukhari menyatakan dalam kitab shahihnya ; kitab at-tarawih, yakni qiyam ramadhan seperti yang ditetapkan di dalam kitab-kitab lain, antara lain Sunan Abi Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan An-Nasai.[1] Demikian pula Imam Muslim dalam kitab shahihnya, bab at-targib fi qiyami ramadhan wahuwa at-tarawih.
Baca pula : Tadarus Al-Quran di Bulan Ramadan
Dari Abu Hurairah ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ ، فَيَقُولُ : « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »
“Rasululloh SAW menyukai qiyamu ramadhan tanpa memerimtahkan (salat) pada waktu itu dengan tegas. Seraya bersabda, ‘siapa yang melaksanakan qiyamu ramadhan (salat tarawih) karena Iman dan ihtisab (mengharap ridha Allah), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR Al-Jama’ah)[2]
Dengan demikian, Shalat tarawih adalah nama bagi shalat malam yang khusus dilakukan rasulullah saw di bulan ramadhan, yang dikenal dengan istilah qiyam ramadhan. Artinya, istilah tarawih, qiyam ramadhan, qiyam lail, tahajud, dan witir adalah nama bagi shalat yang sama, yakni shalat malam.
Hal tersebut dapat kita lihat dari penjelasan siti Aisyah dalam hadis berikut :
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Dari Abu Salamah bin Abdurrahman, bahwasanya ia bertanya kepada Siti Aisyah, bagaimana (cara) shalat Rasulullah saw pada malam bulan ramadhan ? ia (Siti Aisyah) menjawab, Rasulullah saw tidaklah menambah pada bulan ramadhan, ataupun bulan lainnya, dari 11 rakaat. Beliau shalat 4 rakaat, dan engkau jangan bertanya tentang baik dan panjangnya, beliau shalat lagi 4 rakaat, dan jangan pula engkau bertanya tentang baik dan panjangnya, kemudian beliau shalat 3 rakaat. Aisyah berkata, aku bertanya wahai Rasulullah saw, apakah engkau tidur sebelum witir ? Beliau menjawab, Wahai Aisyah, Sesungguhnya kedua mataku tidur, tapi hatiku tidak tidur.” (HR. Bukhari)[3]
Penjelsan Siti Aisyah di atas memang benar, karena tidak ditemukan satupun keterangan yang shahih, bahwa Rasul pernah shalat malam lebih dari 11 rakaat, baik di bulan ramadhan (tarawih) ataupun di luar bulan ramadhan.
Adapun untuk menyebutkan bahwa tahajud, qiyam lail, termasuk tarawih, adalah sama dengan witir, karena tidak ditemukan juga satupun keterangan bahwa Rasul pernah melaksanakan shalat-shalat tersebut dengan jumlah rakaat yang genap, alias tidak witir (ganjil). Baik di bulan ramadhan, ataupun di luar bulan ramadhan. Bagi yang berpendapat, ada tahajud lagi 2 rakaat setelah tarawih, perlu menunjukkan dalil yang shahih dan sharih (kuat dan jelas).
Adapun disebut tahajud, karena shalat malam ini pada umumnya dilakukan setelah bangun tidur, yakni pada waktu sepertiga malam terakhir. Dan memang ini waktu yang paling utama untuk shalat malam di luar bulan ramadhan.[4]
Keutamaan Shalat Tarawih
1. Akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda,
"مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ".
“Barangsiapa yang melakukan qiyam ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosnya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)[5]
2. Shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh
Dari Abu Dzar, nabi saw pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Barangsiapa yang shalat bersama imam sampai selesai, ditulis untuknya pahala shalat satu malam penuh.” (HR. al-Tirmidzi)[6]
Jumlah Rakaat Shalat Tarawih
Jumlah rakaat shalat tarawih rasulullah saw adalah 11 rakaat. Hal tersebut dijelaskan langsung oleh orang yang paling tahu tentang shalat malam beliau, dan sekaligus istri beliau, yaitu siti Aisyah.
Abu Salamah bin Abdurrahman, bahwasanya ia bertanya kepada Siti Aisyah,
كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Bagaimana (cara) shalat Rasulullah saw pada malam bulan ramadhan ? ia (Siti Aisyah) menjawab, Rasulullah saw tidaklah menambah pada bulan ramadhan, ataupun bulan lainnya, dari 11 rakaat. Beliau shalat 4 rakaat, dan engkau jangan bertanya tentang baik dan panjangnya, beliau shalat lagi 4 rakaat, dan jangan pula engkau bertanya tentang baik dan panjangnya, kemudian beliau shalat 3 rakaat. Aisyah berkata, aku bertanya wahai Rasulullah saw, apakah engkau tidur sebelum witir ? Beliau menjawab, Wahai Aisyah, Sesungguhnya kedua mataku tidur, tapi hatiku tidak tidur.” (HR. Bukhari)[7]
Apabila Rasululullah saw shalat tarawih 11 rakaat maka para sahabatpun sebagai makmumnya sama 11 rakaat. Pendapat bahwa pada zaman khalifah Umar tarawih 20 rakaat perlu ditinjau Kembali, karena dalam Riwayat yang shahih, umar pun sama 11 rakaat.
Ketentuan Shalat Tarawih
1. Lebih Utama Berjamaah
Berjamaah salat tarawih itu sunah rasul. rasulullah saw bukan hanya mengimami para sahabat, melainkan sebagaimana biasanya pada sore hari ketika ba’da ashar, beliau mengumumkan kepada khalayak untuk berjamaah salat tarawih. lebih dari itu beliau mengajak istri-istri dan keluarganya.
Dari Aisyah, ia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ، ثُمَّ صَلَّى الثَّانِيَةَ فَكَثُرَ النَّاسُ ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ ، فَلَمْ يَخْرُجْ إلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ : « رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعنِي مِنْ الْخُرُوجِ إلَيْكُمْ إلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ » . وَذَلِكَ فِي رَمَضَان .
“Bahwasanya rasulullah saw salat di mesjid, dan orang-orang pun ikut salat berjamaah dengannya. kemudian beliau salat pada hari kedua (dari ramadhan), dan orang-orang pun semakin banyak dan berkumpul pada hari kedua atau ke empat (untuk ikut berjama’ah). kemudian (hari selanjutnya) rasulullah saw tidak keluar menemui mereka (untuk salat). ketika masuk waktu subuh beliau bersabda, aku melihat apa yang telah kamu kerjakan, tidak ada yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian semua selain aku khawatir (salat itu) diwajibkan atas kamu, dan itu pada bulan ramadahan.” (HR. mutafaq alaih)[8]
Pada awal kekhalifahan umar bin al-khotob jamaah qiyamu ramadhan meskipun dalam satu mesjid, mereka terkelompok-kelompok dengan imammnya masing-masing. maka umar mempersatukan kelompok-kelompok tersebut pada satu jamaah dengan satu imam. ia memandang salat tarawih berjamaah dalam satu mesjid dengan satu imam itu lebih sesuai dengan sunnah rasulullah saw. maka ungkapan beliau dengan kata-kata “ni’matil bid’atu hadzihi” maksudnya ialah sebaik-baik yang baru diadakan kembali, adalah salat tarawih berjamaah di mesjid dengan satu imam. hal ini semakain menguatkan salat tarawih berjamaah.
Dengan demikian salat tarawih lebih utama dilakukan berjamaah, boleh dilakukan berjamaah, boleh dilakukan di mesjid boleh pula di tempat lainnya, baik pada awal malam, tengah malam, atau akhir malam, semua itu merupakan sunnah rasulullah saw.
2. Dilakukan pada awal malam, tengah malam, dan akhir malam. Namun berdasarkan keterangan Umar bin Khotob kebanyakan sahabat melakukan pada awal malam.
Dari Jubair bin Nufair dari Abu Dzar, ia berkata,
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فَلَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ، فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ، ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي الثَّالِثَةِ، وَقَامَ بِنَا فِي الْخَامِسَةِ، حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ؟ فَقَالَ: «إنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ» . ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا حَتَّى بَقِيَ ثَلَاثٌ مِنْ الشَّهْرِ، فَصَلَّى بِنَا فِي الثَّالِثَةِ وَدَعَا أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ، فَقَامَ بِنَا حَتَّى تَخَوَّفْنَا الْفَلَاحَ، قُلْت لَهُ: وَمَا الْفَلَاحُ؟ قَالَ: السَّحُورُ.
“Kami shaum bersama rasulullah saw saw, maka ia tidak mengimami kami sehingga tinggal tersisa 7 malam dari bulan itu. kemudian rasulullah saw mengimami setelah lewat sepertiga malam (+jam 21.00) kemudian tidak mengimami kami pada hari ke 6. kemudian mengimami kami pada malam ke 5 sampai tengah malam, kami berkata, bagaimana jika tuan mengimami kami pada sisa malam kami ini ? beliau bersabda, siapa yang salat berjamaah beserta imam sampai selesai, maka ditetapkan baginya salat malamnya. kemudian ia tidak salat (tarawih) sehingga tinggal 3 malam, lalu mengajak keluarga dan istri-istrinya, kemudian mengimami kami sampai kami khawatir (tidak sempat) falah. saya (jubair bion unfair) bertanya kepadanya (abu dzar), apakah al-falah itu ? ia menjawab, sahur. (HR al-Khomsah)[9]
Dari Abu Dzar, ia berkata,
لَمَّا كَانَ الْعَشْرُ الْأَوَاخِرُ اعْتَكَفَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ، فَلَمَّا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَعِشْرِينَ، قَالَ: "إِنَّا قَائِمُونَ اللَّيْلَةَ إِنْ شَاءَ اللهُ، فَمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَقُومَ فَلْيَقُمْ " وَهِيَ لَيْلَةُ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ، فَصَلَّاهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَاعَةً بَعْدَ الْعَتَمَةِ حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ، ثُمَّ انْصَرَفَ، فَلَمَّا كَانَ لَيْلَةُ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ لَمْ يُصَلِّ شَيْئًا وَلَمْ يَقُمْ، فَلَمَّا كَانَ لَيْلَةُ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ قَامَ بَعْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ يَوْمَ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ فَقَالَ: "إِنَّا قَائِمُونَ اللَّيْلَةَ إِنْ شَاءَ اللهُ، يَعْنِي لَيْلَةَ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ، فَمَنْ شَاءَ فَلْيَقُمْ " فَصَلَّى بِالنَّاسِ حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ، ثُمَّ انْصَرَفَ، فَلَمَّا كَانَ لَيْلَةُ سِتٍّ وَعِشْرِينَ لَمْ يَقُلْ شَيْئًا وَلَمْ يَقُمْ، فَلَمَّا كَانَ عِنْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ سِتٍّ وَعِشْرِينَ قَامَ فَقَالَ: "إِنَّا قَائِمُونَ إِنْ شَاءَ اللهُ، يَعْنِي لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ، فَمَنْ شَاءَ أَنْ يَقُومَ فَلْيَقُمْ ". قَالَ أَبُو ذَرٍّ: فَتَجَلَّدْنَا لِلْقِيَامِ فَصَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثَا اللَّيْلِ، ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَى قُبَّتِهِ فِي الْمَسْجِدِ فَقُلْتُ لَهُ: إِنْ كُنَّا لَقَدْ طَمِعْنَا يَا رَسُولَ اللهِ أَنْ تَقُومَ بِنَا حَتَّى تُصْبِحَ. فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّكَ إِذَا صَلَّيْتَ مَعَ إِمَامِكَ وَانْصَرَفْتَ إِذَا انْصَرَفَ، كُتِبَ لَكَ قُنُوتُ لَيْلَتِكَ "
“Tatkala sepuluh hari terakhir ramadhan, rasulullah saw I’tikaf di mesjid, ketika salat ashar pada hari ke 22, ia bersabda, insya alloh kita akan berjamaah mala mini, siapa di antara kamu yang akan salat pada malam itu silahkan ia salat, yakni malam ke 23, kemudian nabi salat malam itu dengan berjamaah setelah salat isya sampai lewat sepertiga malam. kemudian beliau pulang. Pada malam ke-24, ia tidak berkata apapun dan juga tidak mengimami,pada malam ke 25 beliau berdiri setelah salat ashar, yaitu pada hari ke 24, kemudian bersabda, ‘kita akan berjama’ah malam ini insya Alloh yakni pada malam ke 25, siapapun yang mau ikut berjama’ah silahkan’ kemudian ia mengimami orang-orang sampai lewat sepertiga malam. Kemudian ia pulang,tatkala malam ke 26 ia tidak berkata apa pun dan tidak mengimami kami, tatkala malam ke 27, beliau berdiri setelah salat ashar pasa malam ke 26,kemudian berdiri dan bersabda, ‘Insya Alloh kita akan berjama’ah malam ini yakni pada malam ke 27, siapa yang akan mengikuti berjama’ah silahkan,’Abu Dzar berkata, ‘Maka kami berusaha keras untuk ikut salat itu, lalu nabi SAW mengimami kami sampai lewat dua pertiga malam. Kemudian beliau pergi menuju qubahnya di mesjid (karena sedang I’tikaf). saya berkata padanya, ‘Bagaimana jika kami sangat menginginkan tuan mengimami kami sampaisubuh. Beliau bersabda, ‘Wahai Abu Dzar jika engkau salat beserta imam mu, dan engkau selsai salat ketika imam itu selsai, telah ditetapkan (pahala) untukmu karena panjangnya salat mu pada malam ku. (HR Ahmad)[10]
Pada riwayat Bukhari, Umar bin Khatab menyatakan:
وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
“Dan orang-orang melakukan (Tarawih itu) pada awal malam.” (HR. Bukhari)[11]
Demikian beberapa ketentuan shalat tarawih yang dilakukan Rasulullah saw bersama para sahabatnya, mudah-mudahan menjadi contoh dan panduan bagi kita sebagai umatnya, khususnya di setiap bulan Ramadhan. Sehingga, disamping ibadah shaum yang berkualitas, kita bisa menjadikan Ramadhan sebagai momentum ibadah terbaik, yang disempurnakan dengan ibadah-ibadah sunnahnya yang sesuai al-Quran dan as-sunnah. Wallahul musta’an!
Baca pula : Ketentuan I’tikaf, Umat Islam Wajib Tahu!
Sabtu pagi, 24 Ramadan 1444 H/ 15 April 2023 M
Artikel ahmadwandilembang.com
=========
Dapatkan update artikel islam setiap harinya dari ahmadwandi.blogspot.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kajian AWAL Official", caranya klik link https://t.me/awalofficialcom, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
[1] lihat. Fathul bari 4/314
[2] Shahih. Nail al-Authar 3/59.
[3] Shahih. Al-Bukhari (2013).
[4] Lihat, Al-Bukhari (225).
[5] Shahih. Al-Bukhari (37), Muslim (759).
[6] Shahih. al-Tirmidzi (806), al-Nasai (1605), Ibnu majah (1327), Ibnu Khuzaimah (2206), Ibnu Hiban (2547), Al-Baihaqi al-Iman (3007), Ibnu Abi Syaibah (7695), al-Baghawi (991). Hadis ini dishahihkan oleh al-Tirmidzi, Syaikh al-Albani.
[7] Shahih. Al-Bukhari (2013).
[8] Shahih. Nail al-Authar (3/61).
[9] Shahih. Nail al-Authar 3/60.
[10] Shahih. Ahmad (21510).
[11] Shahih. Al-Bukhari (2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar