MEMAHAMI ISTILAH TAHAJUD, WITIR DAN TARAWIH - Ahmad Wandi Lembang

Terus berkarya, berbagi inspirasi, dan menebar manfaat

Breaking

Sabtu, 08 April 2023

MEMAHAMI ISTILAH TAHAJUD, WITIR DAN TARAWIH

 

ISTILAH TAHAJUD, WITIR DAN TARAWIH
Shalat Tarawih (Gambar: shopback.co.id)

MEMAHAMI ISTILAH TAHAJUD, WITIR DAN TARAWIH

 

Shalat malam adalah shalat sunat yang dilaksanakan pada malam hari. Shalat ini memiliki beberapa istilah seperti: shalatul lail, qiyamul lail, tahajud, witir, qiyamu Ramadhan, dan tarawih.

 

Apakah istilah tersebut berbeda-beda, dalam artian berdiri sendiri, atau justru hanya sebuah nama yang menunjukkan kepada satu jenis shalat yang sama (satu objek)?

 

Baca pula: ADAKAH TAHAJUD DI BULAN RAMADHAN?

 

Hanya Beda Istilah

 

Shalat malam, tahajud, witir dan tarawih, pada hakikatnya adalah shalat yang sama, hanya berbeda istilah saja. Yaitu shalat sunat yang dilakukan pada waktu malam hari, pelaksanaannya antara waktu isya dan shubuh dengan jumlah sebelas rakaat.

 

Disebut shalatul lail atau qiyamul lail, karena dilihat dari waktu pelaksanaan, yaitu dilakukan pada waktu malam hari, baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.

 

Disebut shalat tahajud, karena dilihat dari pelaksanaan shalat tersebut, yaitu dilaksanakan setelah tidur terlebih dahulu. Dalam tafsirnya, Imam al-Qurthubi mengatakan, tahajud adalah bangun setelah tidur (haajid), kemudian menjadi nama shalat karena seseorang bangun untuk mengerjakan shalat, maka tahajud adalah mendirikan shalat setelah bangun tidur.

 

Disebut shalat witir, karena jumlah rakaatnya ganjil, yaitu sebelas rakaat. Istilah witir memiliki dua pengertian. Pertama, shalat ganjil yang dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian formasi shalat malam atau shalat secara mandiri dalam bentuk ganjil (mewitirkan shalat malam). Kedua, shalat malam itu sendiri yang jumlah keseluruhannya sebelas rakaat, karena jumlahnya ganjil.

 

Disebut qiyamu Ramadhan, karena shalat malam tersebut dilakukan di bulan Ramadhan. Dan disebut tarawih, karena khusus di bulan Ramadhan, pelaksanaannya ada jeda atau rehat (istirahat) di antara dua salam.

 

Asal Penamaan

 

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa istilah atau nama-nama tersebut pada hakikatnya adalah sama, menunjukkan satu jenis shalat sunat yang dilakukan pada malam hari.

 

Disebut SHALATUL LAIL berdasarkan hadis berikut:

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ قَالَ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ الصُّبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى وَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ وِتْرًا فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ

 

Dari 'Abdullah bin 'Umar berkata: Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang pada saat itu sedang di atas mimbar: "Bagaimana cara shalat malam?" Beliau menjawab: "Dua raka'at dua raka'at. Apabila dikhawatirkan masuk shubuh, maka shalatlah satu raka'at sebagai witir (penutup) bagi shalatnya sebelumnya." Ibnu 'Umar berkata: "Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan hal yang demikian." (HR. al-Bukhari)[1]

 

Disebut QIYAMUL LAIL berdasarkan ayat berikut:

 

{يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4)} [المزمل: 1 - 4]

 

Wahai orang yang berkelumun (Nabi Muhammad), bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil, (yaitu) seperduanya, kurang sedikit dari itu, atau lebih dari (seperdua) itu. Bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. (QS. Al-Muzammil: 1-4)

 

Disebut shalat TAHAJUD berdasarkan ayat berikut:

 

{وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79)} [الإسراء: 79]

 

Pada sebagian malam lakukanlah salat tahajud sebagai (suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. (Qs. Al-Isra: 79)

 

Disebut shalat WITIR berdasarkan hadis berikut:

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ قَالَ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ الصُّبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى وَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ وِتْرًا فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ

 

Dari 'Abdullah bin 'Umar berkata: Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang pada saat itu sedang di atas mimbar: "Bagaimana cara shalat malam?" Beliau menjawab: "Dua raka'at dua raka'at. Apabila dikhawatirkan masuk shubuh, maka shalatlah satu raka'at sebagai witir (penutup) bagi shalatnya sebelumnya." Ibnu 'Umar berkata: "Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan hal yang demikian." (HR. al-Bukhari)[2]

 

Witir di sini maksudnya shalat dengan jumlah rakaat ganjil sebagi bagian dari formasi shalat malam (mewitirkan).

 

أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً كَانَتْ تِلْكَ صَلَاتَهُ تَعْنِي بِاللَّيْلِ فَيَسْجُدُ السَّجْدَةَ مِنْ ذَلِكَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ أَحَدُكُمْ خَمْسِينَ آيَةً قَبْلَ أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ

 

Bahwa 'Aisyah mengabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat sebelas rakaat, begitulah cara beliau shalat -yakni shalat tahajjud-. Dalam shalat tersebut beliau sujud seperti lamanya kalian membaca sekitar lima puluh ayat sebelum mengangkat kepalanya. (HR. al-Bukhari)[3]

 

Witir di sini maksudnya keseleuruhan rakaat yang berjumlah sebelas rakaat. Imam al-Bukhari menempatkan hadis tersebut dalam Bab apa yang terdapat tentang shalat witir.

 

Disebut QIYAMU RAMADHAN berdasarkan hadis berikut:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

 

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa menegakkan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."  (HR. al-Bukhari)[4]

 

Disebut shalat TARAWIH karena terdapat jeda untuk istirahat, istilah ini berasal dari para ulama, bukan dari al-Quran ataupun hadis. Tarawih adalah bentuk jama’ dari tarwihah, yang artinya satu kali istirahat. Sama seperti taslimah yang artinya satu kali salam dalam salam penutup shalat. Shalat secara berjama’ah pada malam-malam di bulan Ramadhan disebut tarawih karena mereka berkumpul (shalat) beristirahat setiap di antara dua salam.[5]

 

Lebih jelas lagi, menurut Imam Badurddin al-Aini, bahwa penamaan tarwihah pada dasarnya mempunyai arti duduk. Dinamakan tarwihah karena orang-orang istirahat dengan cara duduk setelah empat rakaat.[6]

 

Adapun istilah tarawih muncul sejak pertengahan abad ke-1 H. Hal itu terbukti pada jawaban Abu Hanifah (80-150 H/ 699-767 M) ketika ditanya oleh muridnya bernama Abu Yusuf tentang fi’il (pekerjaan) Umar.[7]

 

Kemudian dalam hadis disebutkan,

 

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ تَنَامُ عَيْنِي وَلَا يَنَامُ قَلْبِي

 

Dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman bahwa Dia bertanya kepada 'Aisyah radliyallahu 'anhu: "Bagaimana tata cara shalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada bulan Ramadlan?" 'Aisyah menjawab: "Beliau shalat (sunnah qiyamul lail) pada bulan Ramadlan dan bulan-bulan lainnya tidak lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat raka'at, maka jangan kamu tanya tentang kualitas bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat lagi empat raka'at, maka jangan kamu tanya tentang kualitas bagus dan panjangnya kemudian beliau shalat tiga raka'at. Aku pernah bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum melaksanakan shalat witir?" Beliau menjawab: "Mataku memang tidur tapi hatiku tidaklah tidur." (HR. al-Bukhari)[8]

 

Kalimat “Fi Ramadhan wa la fi ghairih” yang artinya pada bulan Ramadhan dan selain Ramadhan menjadi dalil bahwa shalat tarawih (pada bulan Ramadhan) maupun shalat malam di luar Ramadhan jumlah rakaatnya sama yaitu sebelas rakaat.

 

Wallahu a’lam bi al-shawwab

 

SUMBER : Masalah Seputar Ramadhan Dan Idul Fitri, Dewan Hisbah Persatuan Islam.

 

Sabtu pagi, 17 Ramadhan 1444 H/ 08 April 2023 M

 

@ Ahmad Wandi Lembang

 

@ SDIT Istiqomah Lembang

 

Artikel ahmadwandilembang.com

 

 

=========

Dapatkan update artikel islam setiap harinya dari ahmadwandi.blogspot.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kajian AWAL Official", caranya klik link https://t.me/awalofficialcom, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

 



[1] SHAHIH. Shahih al-Bukhari (452).

[2] SHAHIH. Shahih al-Bukhari (452).

[3] SHAHIH. Shahih al-Bukhari (994).

[4] SHAHIH. Shahih al-Bukhari (37).

[5] Fath al-Bari 4/210.

[6] Umdat al-Qari 11/124.

[7] Aujaz al-Masalik 2/515.

[8] SHAHIH. Shahih al-Bukhari (3569).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ARTIKEL SEBELUMNYA

GOES TO PANGANDARAN, FAMILY GATHERING 2024

GOES TO PANGANDARAN, FAMILY GATHERING 2024 Artikel Terbaru Ke - 227 Oleh : Ahmad Wandi, M.Pd (ahmadwandilembang.com) Pada hari Senin-Selasa,...