Tidurnya orang yang shaum adalah ibadah (Gambar: Pixabay) |
TERNYATA DHAIF, TIDURNYA ORANG BERPUASA ITU IBADAH
Tidur ketika shaum, khususnya di bulan Ramadhan adalah suatu kenikmatan yang sangat nyata. Baik dilakukan di siang hari, ataupun di malam hari dan setelah shalat shubuh.
Bagi sebagian kalangan, bahkan ada yang menyengaja tidur sepanjang hari selama menjalankan ibadah shaum. Setelah shubuh mereka tidur, siang hari tidur, sampai tak bangun-bangun ketika mendekati waktu magrib.
Amalan tersebut bukan tanpa alasan. Mereka ada yang meyakini, bahwa tidurnya orang yang shaum itu ibadah. Sehingga orang yang shaum sangat dianjurkan untuk memperbanyak tidur, agar pahalanya dapat lebih berlipat ganda. Benarkah demikian?
Berdasarkan penelurusan penulis, memang benar terdapat hadis yang menjelaskan hal tersebut. Hadis tentang tidurnya orang yang shaum adalah ibadah diriwayatkan melalui beberapa sahabat, antara lain:
Baca pula: TERNYATA DHAIF, HURU HARAPADA HARI JUMAT 15 RAMADHAN
Dari Ibnu Umar
«صَمْتُ الصَّائِمِ تَسْبِيحٌ وَنَوْمُهُ عِبَادَةٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ»
“Diamnya orang yang shaum adalah tasbih, tidurnya ibadah, dan do’anya diijabah.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi al-Shaqar dalam Masyikhatnya (46) melalu jalur Syaiban bin Furukh al-Ubali, dari al-Rabi’ bin Badr al-A’raji, dari Auf bin al-A’rabi, dari Abu al-Mughirah al-Qawas, dari Ibnu Umar, secara marfu’.
Diriwayatkan pula oleh al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus (3761) secara mu’alaq. Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, “Hadis ini tidak kuat, diriwayatkan oleh pemilik Musnad al-Furdaus dari hadis Ibnu Umar, dalam sanadnya terdapat al-Rabi’ bin Badr, dia lemah.” (Fath al-Bari 8/149-150)
Sanadnya sangat dhaif, karena terdapat al-Rabi’ bin Badr bin Amr bin Jarad al-Tamimi al-Sa’di al-A’raji. Menurut Ibnu ma’in, Qutaibah, Abu dawud, “Dhaif.” Abu mengatakan pula, “Tidak dituli hadisnya.” al-nasai dan yang lainnya berkata, “ Matruk.” Al-Jauzajani berkata, “Hadisnya lemah.” Abu hatim berkata, “Jangan tertipu dengannya dan riwayatnya, karena dia hadisnya dhaif, pemalsu hadis.” (Tahdzib al-kamal 9/64-66)
Hadis ini didhaifkan juga oleh Syaikh al-Albani dalam Dhaif al-Jami’ (3493), al-Dhaifah (3784).
Dari Abdullah bin Abi Aufa
«نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ»
“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya terkabulkan dan amalannya dilipat gandakan”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam al-Targhib (142), al-baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (3654), al-Salafi dalam Mu’jam al-Safar (414), al-Ashbahani dalam al-Juz fihi Ahadits Muntakhabah (16), melalui jalur Abu Mu’adz Ma’ruf bin Hisan al-samarqandi, dari Ziyad al-A’lam, dari Abdul malik bin Umair, dari IBnu Abi Aufa, secara marfu’.
Sanadnya dilemahkan oleh Baihaqi, dia berkata: Ma'ruf bin Hasan (salah seorang perawi hadits ini) lemah, dan Sulaiman bin Amr An-Nakha’i lebih lemah dari beliau (Syu’ab al-Iman 5/422). Abu Hatim berkata, “Majhul.” Ibnu Adi berkata, “Munkar al-hadits.”
Al-Baihaqi (3652) meriwayatkan juga:
«نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ، وَصَمْتُهُ تَسْبِيحٌ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ، وَذَنْبُهُ مَغْفُورٌ»
“Tidurnya orang yang shaum adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya dilipatgandakan, do’anya diijabah, dan dosanya diampuni.”
Melalui jalur Khalaf bin Yahya al-Abdi, dari Anbasah bin Abd al-Wahid al-Qurasy, dari Abdul malik bin Umair, dari IBnu Abi Aufa, secara marfu’.
Namun Khalaf bin Yahya al-Khurasani adalah seorang qadhi di Ray. Abu Hatim berkata, “Matruk al-hadits, pendusta, jangan tertipu dengannya dan dengan hadisnya.” (al-Jarh wa al-Ta’dil 3/372, al-Mizan 1/663, al-Lisan 2/405)
Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh Yahya bin Shaid dalam Musnad Ibnu Abi Aufa (43), al-Hasan al-Khalal dalam al-Umali (46), al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (3653), melalui jalur Sulaiman bin Amr al-Nakha’I, dari Abdul malik bin Umair, dari IBnu Abi Aufa, secara marfu’.
Namun Sulaiman bin Amr adalah seorang pemalsu hadis. Menurut Ahmad bin Hanbal, “Pemalsu hadis.” Ibnu main, “Dikenal sebagai pemalsu hadis.” Menurut al-Bukhari, “Matruk.” Yazid bin Harun, “Tidak halal meriwayatkan hadis darinya.” (Mizal al-I’tidal 2/216)
Al-Iraqi berkomentar dalam Takhrij Ihya’ Ulumuddin, 1/310: Sulaiman An-Nakha’i adalah salah seorang pendusta. Dilemahkan juga Al-Manawi di kitab Faidhul Qadir, 9293. Al-Albany mencantumkannya dalam kitab Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhaifah, no. 4696, dia berkata: (Hadits ini) lemah.
Dari Ibnu mas’ud
«نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ، وَنَفَسُهُ تَسْبِيحٌ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ»
“Tidurnya orang yangs haum adalah ibadah, jiwanya tasbih, dan doanya diijabah.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (5/83) dari Muhammad bin al-Husain bin Muhammad bin al-Husain al-Juni, dari Abu Zur’ah Ahmad bin Musa al-Maki, dari Ali bin Harb, dari Ja’far bin Ahmad bin Bahram, dari Ali bin al-Hasan, dari Abu Thayibah, dari Kurz bin Wabrah, dari al-Rabi’ bin Khutsaim, dari Ibnu mas’ud, secara marfu’.
Ja’far bin Ahmad bin Bahram al-Jurjani disebutkan biografinya oleh al-Sahmi dalam Tarikh Jurjan (hlm. 175) namun tidak disebutkan jarh dan ta’dilnya. Jadi rawi ini majhul.
Abu Thayyibah Namanya Isa bin Sulaiman al-Darimi. Dipandang dhaif oleh Ibnu main (Mizan al-I’tidal 3/312). Ibnu HIban menyebutkannya dalam al-Tsiqat dan berkata, “Dia sering keliru.” (Lisan al-Mizan 6/264)
Dari Ali bin Abi Thalib
«نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ، وَنَعَسُهُ تَسْبِيحٌ»
“Tidurnya orang yangs haum adalah ibadah, ngantuknya adalah tasbih.”
Diriwayatkan oleh al-Syajari dalam umalinya 1/281 dari al-Qadhi Abu al-Qasim Ali bin al-Muhsin bin Ali al-Tanukhi, dari Abu Muhammad Sahl bin Ahmad bin Abdullah bin Sahl al-Dibaji, dari Abu Ali Muhammad bin Muhammad bin al-Asy’ats, dari Musa bin Ismail bin Musa bin Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya, dari kakeknya Ja’far, dari bapaknya, dari kakeknya Ali bin Husain, dari bapaknya, dari Ali, secara marfu’.
Sahl bin Ahmad al-Dibaji. Menurut Ibnu Abi al-Fawaris, “Dia Rafidhah tulen, kami menulis darinya kitab Muhammad bin Muhammad bin al-‘Asy’ats, namun tidak ada baginya sumber yang valid.” Al-Atiqi berkata, “Dia bukan apa-apa dalam hadis.” (Lisan al-Mizan 4/196)
Al-Dzahabi berkata dalam al-Mizan, “Dia terduga terlibat rafidhah dan pendusta, telah menduganya al-Azhari dan yang lainnya.” (al-Mizan 2/237). Muhammad bin Muhammad bin al-‘Asy’ats tertuduh dusta. (Lisan al-Mizan 5/362)
Berdasarkan keterangan di atas, semua hadis yang menjelaskan tidurnya orang yang shaum adalah ibadah seluruh dhaif dengan kedhaifan yang sangat fatal, sehingga tidak bisa dijadikan landasan dalam beramal. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Baca pula : TERNYATA DHAIF,RAMADHAN DI MADINAH LEBIH BAIK
Sabtu pagi, 24 Ramadan 1444 H/ 15 April 2023 M
Artikel ahmadwandilembang.com
=========
Dapatkan update artikel islam setiap harinya dari ahmadwandi.blogspot.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kajian AWAL Official", caranya klik link https://t.me/awalofficialcom, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar