4 HADIS DHAIF SEPUTAR SYA’BAN, UMAT ISLAM WAJIB TAHU!
Bulan Sya’ban adalah salah satu bulan penting dalam Islam. Bagaimana tidak bulan ini berada antara bulan Rajab yang haram (disucikan) dan Ramadhan yang penuh keberkahan.
Salah seorang ulama, Imam Ibnu Rajab al-Hambali menggambarkan, “Perumpamaan bulan Rajab adalah seperti angin, bulan Sya’ban seperti awan yang membawa hujan Dan bulan Ramadhan seperti hujan. Barang siapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Sya’ban bagaimana mungkin dia memanen hasilnya di bulan Ramadhan.” (Lathaif al-Ma’arif, hlm.30)
Meskipun Sya’ban ini sering dilalaikan oleh sebagian kalangan, namun kebaradaannya antara Rajab dan Ramadhan memiliki perhatian tersendiri. Sehingga tidak sedikit hadis-hadis dhaif ikut berperan menjelaskannya.
Baca pula : 7 Keutamaan Bulan Sya’ban Dan Amalannya
Bagaimana hadis-hadis tersebut? Pada tulisan kali ini kita akan mencoba mengurai hadis-hadis dhaif seputar bulan Sya’ban, selamat membaca.
1. Puasa Bulan Syaban Terbaik setelah Ramadhan
Puasa Bulan Syaban merupakan puasa yang terbaik setelah Ramadhan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi di nomor 599 disebutkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ مُوسَى، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الصَّوْمِ أَفْضَلُ بَعْدَ رَمَضَانَ؟ فَقَالَ: شَعْبَانُ لِتَعْظِيمِ رَمَضَانَ، قِيلَ: فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةٌ فِي رَمَضَانَ.
Dari Anas dia berkata, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa yang paling utama setelah Ramadlan, Beliau menjawab: “Bulan Sya’ban untuk memuliakan Ramadlan, ”Beliau ditanya lagi, lalu Shadaqah apa yang paling utama? Beliau menjawab: “Shadaqah di bulan Ramadlan.”
Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi (663), Ibnu Asyakir dalam al-Umali (2/2/47) al-Dhoya al-Maqdisi dalam al-Muntaqa (1/7), melalui Shdaqah bin Musa, dari Tsabi, dari Anas, secara Marfu.
Namun Sayang sekali hadis ini dhaif. Al-Tirmidzi berkata, “Hadis ini gharib, dan Shadaqah bin Musa menurut ulama bukanlah rawi yang kuat.” Menurut al-Albani, al-Dzahabi menyebutkannya dalam al-Dhu’afa dan berkata, “Para ulama mendhaifkannya.” Dalam al-Taqrib,” Shaduq lahu auham.” Al-Mundziri dalam al-Targhib mengisyaratkan kepada kedhaifannya (1/79). (Irwa al-Ghalil 3/397)
2. Sya’ban Bulannya Nabi Muhammad
«شَعْبَانُ شَهْرِيْ، وَرَمَضَانُ شَهْرُ اللهِ، وَشَعْبَانُ الْمُطَهِّرُ، وَرَمَضَانُ الْمُكَفِّرُ»
“Sya’ban bulanku, Ramadhan bulan Allah, Sya’ban yang suci, dan Ramadan yang menghapus dosa.”
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Dailami dalam Musnadnya 2/233-234 melalui jalur Hisyam bin Khalid, dari al-Hasan bin Yahya al-Khusyani, dari al-Auza’I, dari Yahya bin Katsir, dari Abu Salamah, dari Aisyah, secara Marfu’. Dicantumkan dalam Jami’ al-Ahadits 13/413 no. 13422, Kasyf al-Khafa’ 2/10 no. 1551, al-Maqasid al-Hasanah hlm. 405 no. 595, Kanz al-Ummal 12/323 no. 35216)
Hadis ini sangat dhaif. Ibnu al-Gharas berkata, guru kami Hijazi berkata, “Dhaif.” (Kasyf al-Khafa’ 2/10).
Menurut Syaikh Al-Albani, “Sanad ini sangat dhaif, al-Khusyani ini matruk, sebagaimana telah lalu berulang-ulang, dan telah lalu sebagian hadis-hadis palsu yang menunjukkan keadaannya, silahkan lihat hadis 200-201, dan Nampak bagiku bahwa ini bagian dari kepalsuannya.” (Silsilah al-Dhaifah 8/222 no. 3746)
3. Nabi SAW Mengumpulkan Shaum Sunah Untuk Diqadha di Bulan Sya’ban
2098 - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ قَالَ: نا عَلِيُّ بْنُ حَرْبٍ الْجُنْدِيسَابُورِيُّ قَالَ: نا سُلَيْمَانُ بْنُ أَبِي هَوْذَةَ قَالَ: نا عَمْرُو بْنُ أَبِي قَيْسٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ أَخِيهِ عِيسَى، عَنْ أَبِيهِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، فَرُبَّمَا أَخَّرَ ذَلِكَ حَتَّى يَجْتَمِعَ عَلَيْهِ صَوْمُ السَّنَةِ، وَرُبَّمَا أَخَّرَهُ حَتَّى يَصُومَ شَعْبَانَ»
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasanya berpuasa tiga hari setiap bulan, kadang beliau akhirkan hingga terkumpul baginya puasa dalam setahun, lalu beliau berpuasa pada bulan Sya’ban.”
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrany dalam Al-Mu’jam Al-Ausath (2098), dia berkata, “Telah menyampaikan kepada kami Ahmad, dia berkata telah menyampaikan kami Ali bin Harb Al-Jandisabury, dia berkata, telah menyampaikan kepada kami Sulaiman bin Abi Hauzah, dia berkata, telah menyampaikan kepada kami Amr bin Abi Qais, dari Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila dari saudaranya Isa dari bapaknya Abdurrahman, dari Aisyah, dia berkata…. (dengan menyebutkan hadits tersebut). Kemudian dia berkata, “Tidak diriwayatkan hadits ini dari Abdurrahman bin Abi Laila kecuali dengan sanad ini. Hanya Amr yang mengambil riwayat ini darinya.”
Namun saying sekali hadis ini dhaif karena adanya Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila, ahli fiqih yang terkenal. Imam Ahmad berkata tentangnya, “Hafalannya buruk, haditsnya berubah-ubah.” Syu’bah berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang hafalannya lebih buruk selain Ibnu Abi Laila.
Ali Al-Madini berkata, “Dia buruk hafalannya, haditsnya lemah.” Karena itu, para ahli ulama melemahkan hadits ini. Al-Haitsami rahimahullah berkata, “Di dalamnya terdapat Muhammad bin Abi Laila, dia diperdebatkan.” (Majma’uzzawaid, 3/195)
Alhafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Ibnu Abi Laila lemah, hadits dalam bab ini serta sesudahnya menunjukkan kelemahan yang dia riwayatkan.” (Fathul Bari, 4/252). Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Dalam sanadnya terdapat Ibnu Abi Laila, dia lemah.” (Nailul Authar, 4/332)
4. Bulan Sya’ban Adalah Bulan Kematian
Ibnu Zanzawaih dan Ad-Dailami meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda :
3558 - أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ، وَمُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى، قَالَا: حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ الْأَصَمُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الْوَرَّاقُ، أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ الْأَخْنَسِ، قَالَ: " تُقْطَعُ الْآجَالُ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى شَعْبَانَ "، قَالَ: " إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْكِحُ، وَيُولَدُ لَهُ، وَقَدْ خَرَجَ اسْمُهُ فِي الْمَوْتَى "
“Ajal (umur) diputuskan dari Sya’bah ke Sya'ban. Hingga seseorang (dikala) menikah dan mempunyai anak maka namanya sudah keluar (dalam catatan) orang yang mati."
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Thabari (25/65), al-baihaqi, Syu’ab al-Iman (3558), Ibnu Sam’un, dalam Umali (154), Ibnu Hajar, al-Gharaib al-Multaqathah (1281), melalui al-laits, Uqail bin Khalid, al-Zuhri, Ustaman bin Muhammad bin al-Mughirah bin al-Akhnas, secara marfu.
Hadits ini dilemahkan oleh Syaukany dalam Fathul Qadir (4/801). Al-Albany berkomentar "Haditsnya munkar." (As-Silsilah Ad-Dhaifah no. 6607)
Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dari Aisyah radhiallahu anha sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam sering berpuasa pada bulan Sya’ban. Maka saya bertanya kepadanya? (beliau) menjawab, "Sesungguhnya pada bulan itu, Allah telah menetapkan jiwa yang mati pada tahun itu, dan aku ingin ketika ajal menjemput, aku dalam kondisi berpuasa." (HR. Abu Ya’la dalam Al-Musnad, 8/311)
Dalam sanadnya terdapat Suwaid bin Said Al-hadatsany, Muslim bin Khalid Az-Zinjy dan Turaif, mereka itu semuanya dilemahkan sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab tarojim (biografi para perawi hadits).
Ad-Dainury meriwayatkan dalam kitab Al-Mujalasah dari Rasyid bin Sa’ad sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
944 - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ خُلَيْدِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْكِنْدِيُّ، نَا أَبُو الْيَمَانِ الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ، نَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَطَّلِعُ إِلَى عِبَادِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ؛ فَيَغْفِرُ لِخَلْقِهِ كُلِّهِمْ؛ إِلَّا الْمُشْرِكَ وَالْمُشَاحِنَ، وَفِيهَا يُوحِي اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى مَلَكِ الْمَوْتِ لِقَبْضِ كُلِّ نَفْسٍ يُرِيدُ قَبْضَهَا فِي تِلْكَ السَّنَةِ»
“Pada malam pertengahan Sya’ban, Allah memberikan wahyu kepada malaikat maut untuk mencabut setiap jiwa yang ingin dicabutnya pada tahun itu.” (Al-Mujalasah wa Jawahirul Ilmi, hal. 206. Haditsnya mursal. Al-Albany melemahkannya dalam kitab Dhaif Al-Jami no. 4019)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dari Atha bin Yasar, dia berkata, pada malam pertengahan Sya’ban diberikan kepada malaikat maut catatan, lalu dikatakan (kepadanya), cabutlah (nyawa) orang yang ada di catatan ini. Sesungguhnya seorang hamba menghamparkan tikar, menikahi wanita dan membangun bangunan, namun namanya sudah tercantum di antara orang yang mati. Ini sekedar ucapan Atha, dan tidak menyebutkan sanadnya (silsilah para perawi).
Diriwayatkan oleh Al-Khatib dan Ibnu Najjar dari Aisyah radhiallahu anha, dia berkata, "Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam sering berpuasa pada bulan Sya’ban bahkan beliau melanjutkannya hingga di bulan Ramadhan. Beliau tidak pernah melakukan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Sya’ban. Aku bertanya: “Wahai Rasulullah! Apakah Sya’ban apakah bulan Sya'ban merupkan bulan yang paling engkau cintai untuk berpuasa? Beliau menjawab: “Ya, wahai Aisyah! Sesungguhnya tidaklah jiwa akan meninggal dunia dalam setahun kecuali telah ditulis di bulan Sya’ban. Maka aku senang ajalku dicatat dalam kondisi beribadah kepada Tuhanku dan beramal saleh.”
Dalam redaksi Ibnu Najjar (Rasulullah bersabda), "Wahai Aisyah ! Sesungguhnya (di bulan itu) malaikat maut mencatat siapa yang akan dicabut (nyawanya). Dan aku senang namaku dicatat dalam kondisi berpuasa.” (HR. Al-Khatib dalam kitab Tarikh Bagdad, 4/436)
Dalam sanad riwayat ini ada Abu Bilal Al-Asy’ary yang dilemahkan oleh Daruqutni sebagaimana terdapat dalam kitab Mizanul I’tidal, 4/507. Di dalamnya juga ada Ahmad bin Muhammad bin Humaid Al-Magdhub, Abu Ja’far Al-Muqri’. Ad-Daruquthni berkomentari (tentangnya), "Dia tidak kuat (hafalannya), sehingga (derajat) haditsnya lemah sekali.
Kesimpulannya, tidak ada hadits shahih (yang mengatakan) bahwa pada bulan Sya’ban banyak terjadi kematian.
Baca Pula : Hadis Dhaif Seputar Nishfu Sya’ban
Karena hadis-hadis tersebut sudah populer di masyarakat kita, semoga menjadi bahan renungan dan kita dapat berhati-hati untuk tidak menyampaikan dan menyebarkannya. Karena Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dari Neraka.” (HR. al-Bukhari 107, Ibnu Majah 36, al-Nasai dalam al-Kubra 5881)
Setuju atau tidak setuju dengan artikel ini, sikapi secara bijak dan ilmiah, tetap saling menghargai dan menjaga persaudaraan. Karena kebenaran hanya milik Allah SWT. Semoga bermanfaat!
Baca pula: 4 Tips Agar Sukses Di Bulan Ramadhan
Selasa pagi, 15 Sya’ban 1444 H/ 07 Maret 2023 M
Artikel ahmadwandilembang.com
=========
Dapatkan update artikel islam setiap harinya dari ahmadwandi.blogspot.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kajian AWAL Official", caranya klik link https://t.me/awalofficialcom, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar